Yogyakarta, CNN Indonesia --
Polisi mengungkap kronologi kasus penusukan dan penganiayaan dua orang santri di Jalan Parangtritis, Brontokusuman, Mergangsan, Kota Yogyakarta nan jadi salah satu pemicu unjuk rasa menolak peredaran minuman keras (miras) di Mapolda DIY, Selasa (29/10) pagi tadi.
Kapolresta Yogyakarta, Kombes Pol Aditya Surya Darma menuturkan, kejadian penusukan dan penganiayaan ini merupakan rangkaian peristiwa nan bermulai pada Selasa (22/10) malam dan bersambung Rabu (23/10) malam.
Aditya menuturkan, peristiwa berasal ketika seorang saksi berjulukan Bimo berbareng tamunya nongkrong di sebuah kafe, Jalan Parangtritis, Mantrijeron, Kota Yogyakarta pada Selasa malam hingga datanglah E berbareng 15 orang temannya, Rabu awal hari sekitar pukul 01.30 WIB.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, tanpa suatu karena E batal masuk ke kafe tersebut dan menuju ke sebuah gerai miras di dekat kafe tempat Bimo nongkrong. Aditya tak merinci, tapi selanjutnya terjadi perselisihan setelah Bimo menyusul E ke gerai miras.
Bimo nan mengalami penganiayaan lampau ditarik rekannya masuk ke kafe. Akan tetapi, E dan rekan-rekannya menyusul.
"Dan melakukan perusakan menggunakan parang dan tangan kosong nan mengakibatkan empat bangku rusak satu kaca meja pecah dan satu unit laptop rusak," kata Aditya di Mapolresta Yogyakarta, Selasa (29/10).
Insiden itu juga melukai rekan Bimo nan berupaya melerai perselisihan. Dia melapor ke polisi setelah mengalami luka lebam pada tangan kanan dan kiri.
Selanjutnya, kata Aditya, ada sosok berinisial R namalain C nan merencanakan sebuah tindakan nan polisi duga sebagai balas dendam kepada Bimo. Dia memprovokasi sejumlah orang untuk membikin keributan tak jauh dari kafe tempat kejadian pertama, tepatnya di Jalan Parangtritis, Brontokusuman, Mergangsan pada Rabu malam sekitar pukul 21.20 WIB.
"Memprovokasi, menyiapkan tempat, kemudian membelikan minuman agar teman-temannya kelak menuju ke tempat itu, minum setelah itu mabuk langsung membikin keributan," ujar Aditya.
Nahas bagi dua orang santri Pondok Pesantren Al Munawir, MAM dan SF nan saat itu tengah menyantap sate di sebuah warung. Mereka jadi sasaran amuk gerombolan kreator onar tadi. Padahal, keduanya sama sekali tak mengenai pihak-pihak nan bertikai.
"Korban selesai makan sate tiba-tiba ada bunyi seperti gelas alias botol pecah nan dilempar di jalan, selanjutnya korban dikeroyok oleh sekelompok orang nan tidak dikenal menggunakan perangkat berupa barang tumpul, berupa balok kayu, helm, dan menggunakan tangan kosong serta menendangi korban dan mengatakan 'ini orangnya, ini orangnya' dan ada nan terdengar 'bunuh, bunuh,'" papar Aditya.
Akibat tindak penganiayaan itu, MAM mengalami luka memar pada bagian kepala dan patah tulang ibu jari tangan kanan. Sementara SF mengalami luka tusuk diduga akibat senjata tajam. Mereka pun dilarikan ke RS Pratama pascakejadian itu.
Setelah kejadian, polisi lampau melakukan serangkaian penyelidikan berasas petunjuk nan ada. Total, tujuh pelaku diamankan di waktu berbeda, masing-masing berinisial V, N namalain E, F, J, Y, T, R alias C.
Aditya mengatakan, peran masing-masing pelaku tetap didalami, termasuk sosok nan melakukan penusukan menggunakan senjata tajam. Mengenai motif, interogator tetap memastikan apakah penganiayaan terhadap dua orang santri adalah spontan akibat pengaruh miras alias salah sasaran.
"Kemungkinan besar seperti itu (salah sasaran), lantaran lagi makan sate tidak ada kaitan apapun dengan (insiden) nan pertama, kemudian terjadi peristiwa sampai dianiaya sampai luka seperti itu," ucap Aditya.
"Motifnya tetap kami dalami apakah ini memang spontan pengaruh setelah mereka minum-minum alias mungkin ada motif-motif lain tetap kita dalami. Ini tetap terlalu awal lantaran tetap tahap pemeriksaan," ucap Aditya.
Dari kejadian ini, polisi mengamankan sejumlah peralatan bukti, meliputi bangku rotan nan rusak, beberapa pecahan gelas kaca, satu unit laptop, balok kayu, kaca helm, dan bangku besi.
Ketujuh orang pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka dikenakan Pasal 170 KUHP dan alias 351 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun.
Sebelumnya, ribuan santri dari beragam pondok pesantren (ponpes) menggeruduk Mapolda DIY, Sleman, Selasa (29/10) pagi. Mereka mendesak kasus penusukan dan penganiayaan terhadap dua santri Ponpes Al Munawwir segera diusut tuntas. Mereka juga polisi bertindak tegas atas peredaran miras nan diduga memicu kejadian ini.
(kum/gil)
[Gambas:Video CNN]