Kunjungan Prabowo ke Cina, IESR: Peluang Tingkatkan Investasi Energi Terbarukan

Sedang Trending 2 minggu yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa memandang kunjungan perdana Presiden Prabowo Subianto ke Beijing, Cina sebagai kesempatan untuk meningkatkan jumlah investasi daya terbarukan di dalam negeri. Pihaknya mendorong pemerintah mempererat kerja sama dengan Cina, khususnya setelah memandang kemajuan Negeri Tirai Bambu itu dalam perihal pengembangan energi terbarukan.

“Indonesia dapat membangun kerja sama nan memungkinkan terjadinya transfer teknologi nan mendukung penemuan dan efisiensi di sektor daya terbarukan, serta investasi pada proyek-proyek daya bersih di Indonesia,” kata Fabby, dikutip dari keterangan resminya Sabtu, 9 November 2024.

Sebagaimana diketahui, Presiden Prabowo memutuskan untuk melakukan kunjungan kenegaraan pada serangkaian pertemuan internasional dalam beberapa waktu ke depan guna memelihara hubungan nan baik dengan seluruh negara sahabat. Kunjungan pertamanya dijadwalkan pada 8 November 2024 dengan Cina sebagai negara tujuannya untuk memenuhi undangan dari Presiden Xi Jinping.

Melihat besarnya kesempatan kerja sama pada sektor investasi, IESR mendorong pemerintahan untuk menciptakan suasana nan mendukung terbukanya pintu, khususnya bagi investasi daya terbarukan. Beberapa caranya, kata Fabby dengan menetapkan sasaran nasional nan tegas, disusul dengan perbaikan kerangka kebijakan dan regulasi, serta memperbaiki proses perizinan dan tarif listrik agar investasi tersebut lebih bankable.

IESR menekankan bahwa transisi daya merupakan keharusan bagi negara andaikan menyasar sasaran kemandirian daya nasional. Hal ini dapat dicapai sembari mengurangi emisi dari sektor daya dan mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. 

Fabby memandang investasi pada proyek-proyek daya terbarukan nan dikombinasikan dengan pengembangan daya terbarukan itu sendiri dan penurunan emisi di sektor daya bisa mendukung tercapainya visi pertumbuhan ekonomi delapan persen di era kepemimpinan Prabowo.

Selain itu, Indonesia, menurut Fabby, juga perlu menggalang support berupa pendanaan lunak dari pemerintah Cina guna mendukung penerapan langkah-langkah konkret upaya transisi energi. Di antaranya, penerapan ide-ide dalam Just Energy Transition Partnership (JETP) sebagai tindak lanjut dari program transisi daya dan sasaran net zero emission (NZE) dan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN).

Menurutnya, langkah tersebut bisa memberikan manfaat, tidak hanya kepada satu, melainkan bagi kedua negara. Bagi Cina, ini merupakan momen nan tepat untuk memperdalam hubungan ekonomi dengan negara-negara berkembang nan mempunyai agenda transisi energi.

“Di sisi lain, Indonesia, nan tetap masuk jejeran negara berkembang ini, dapat mempercepat pembangunan proyek daya terbarukan dengan adanya pendanaan nan memadai dari Tiongkok,” tutur Fabby.

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis