Lembaga Keuangan Mikro Ini Perluas Layanan untuk Lawan Rentenir dan Pinjol Ilegal

Sedang Trending 6 bulan yang lalu

TEMPO.CO, Tangerang - Tangerang Lembaga Keuangan Mikro ( LKM) Artha Kerta Raharja Kabupaten Tangerang memperluas area jaringan dan layanannya untuk melawan rentenir dan pinjaman online alias pinjol ilegal nan sekarang marak.  

Jangkauan jasa perusahaan wilayah milik Pemerintah Kabupaten Tangerang berbareng Provinsi Banten dan Jawa Barat diperluas ke 29 kecamatan Kabupaten Tangerang dengan sasaran ribuan pedagang mikro di 44 pasar di wilayah itu. "Jangkauan jasa kami perluas dari sekitar 18  kecamatan menjadi 29 kecamatan," ujar Direktur Utama LKM Artha Kerta Raharja Raden Deny Hikmat kepada Tempo, Senin 27 Mei 2024. 

Menurut Deny, dengan ekspansi jaringan dan memperluas jasa ini LKM Artha semakin masif dalam perang melawan rentenir dan pinjol terlarangan nan banyak menjebak pedagang mini dan masyarakat. "Ini untuk memperkecil ruang mobilitas rentenir dengan modus bank keliling, koperasi dan pinjol ilegal," kata Deny.  

Upaya melawan rentenir sudah mulai dilakukan LKM ini sejak 2022 lalu. Menurut Deny, langkah ini dilakukan setelah memandang kejadian banyaknya upaya mikro  dan masyarakat nan terlilit utang rentenir, bank keliling hingga pinjol ilegal. "Ada korban nan stres apalagi mengakhir hidupnya dengan langkah nan tragis," ucapnya. 

Deny menceritakan salah satu pedagang mini di pasar Cisoka nan berhutang ke 10 bank keliling nan berbeda dengan langkah dibayar cicil harian. Menurut dia, pedagang itu adalah salah satu contoh dari ribuan orang di Kabupaten Tangerang alias di wilayah Indonesia lainnya nan terlilit lintah darat masa kini.  

Deny menyebutkan, argumen kenapa  mengincar ribuan pedagang di 44 pasar itu sebagai sasaran prioritas pinjaman mikro ini. "Hasil pemetaan kami, di setiap pasar itu setidaknya beraksi 10 bank keliling, bisa diperkirakan berapa banyak pedagang mini nan selama ini berjuntai pada bank keliling itu dengan kembang nan mencekik," katanya. 

Bank keliling itu menerapkan kembang 0,5 persen per hari alias lebih dari 20 persen per bulannya. Cara itu, kata dia, tentu tidak sehat bagi masyarakat nan membuka upaya apalagi dalam kategori pedagang mikro.  

Dia mengakui, musuh terberat LKM saat ini adalah lembaga pembiayaan nonformal nan tidak ada aturannya seperti  bank kelliling nan tumbuh menjamur. Padahal, ujar dia,  hal itu menimbulkan  dampak sosial nan tinggi. 

Iklan

Deny mengatakan, LKM telah menyiapkan sejumlah jurus seperti mempermudah proses pencairan kredit. "Karena kami memahami suku kembang bukan aspek penentu pencairan angsuran di kalangan bawah, tapi lebih gimana  memudahkan proses pencairan kreditnya." 

Untuk itu, kata Deny, pihaknya telah mengangkat  teknologi digital nan diterapkan sistem Pinjol serta prasarana nan mendukung."Bahkan kami juga sedang menyiapkan perangkat tanda tangan digital untuk memudahkan dan mempercepat  proses pencairan dana. Karena orang butuh saat ini pinjam langsung bisa cair dalam hitungan bukan menit lagi tapi detik," ucapnya. 

Calon pengguna LKM Artha, kata dia, bisa mencairkan pinjaman saat pengajuan dilakukan di lapangan. "Cara ini mengadposi langkah rentenir  dan bank keliling tapi dengan langkah prosedur tetap ditempuh." 

Syarat sigap cair, kata Deny, cukup dengan KTP dan Kartu Keluarga untuk pinjaman di bawah Rp 10 juta dengan kembang 5 persen tiap bulannya. Namun, LKM memberikan keleluasaan pengguna untuk mencicil dengan tidak menerapkan kembang berlipat ketika pelaku upaya kesulitan bayar cicilan.Adapun untuk pinjaman lebih dari Rp 10 juta kudu menggunakan agunan alias jaminan.  

Dengan menerapkan metode ini, menurut Deny, cukup efektif berlahan namun pasti melepas ketergantungan upaya mikro dengan rentenir. Indikasi itu terlihat dari pertumbuhan pengguna LKM Arta nan dalam dua tahun terakhir memcapai 300 persen.  

Pada tahun 2022, pengguna LKM ini hanya 58 orang dan saat ini mencapai 2.500 nasabah. "95 persen lebih merupakan pedagang mikro," kata Deny. 

JONIANSYAH HARDJONO

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis