TEMPO.CO, Jakarta - Warga Kelurahan Pendingin, Kecamatan Sanga Sanga, Kutai Kartanegara, mengaku belum mendapat respons dari PT Kalimantan Ferro Industry (KFI) pasca kejadian ledakan pabrik smelter pada Kamis dan Jumat, 16-17 Mei 2024. Dilaporkan sebelumnya, ledakan pada Kamis membikin sejumlah rumah penduduk di sekitar pabrik retak. "Sementara tetap seperti es batu nan tetap dalam freezer. Adem," kata Marjianto, salah satu penduduk nan tinggal di dekat pabrik smelter PT KFI, Senin, 20 Mei 2024.
Sementara ini, kata Marjianto, penduduk tetap merekap info penduduk dan mendokumentasikan akibat ledakan pabrik smelter kemarin. Namun, penduduk membuka kesempatan untuk kembali mendemo perusahaan dan menuntut kesepakatan nan pernah diteken saat demo sebelumnya dan belum direalisasikan. Misalnya, soal pemberian kompensasi akibat lingkungan, hingga akibat kebisingan dan polusi dari aktivitas pabrik.
Selama ini, penduduk terdampak debu dan kebisingan aktivitas pabrik lantaran jarak pabrik ke permukiman penduduk nan hanya sejauh 21 meter. Namun, kata Marjianto, tidak ada kompensasi nan diterima warga. Ketika ledakan terjadi kemarin, dia berujar setidaknya ada 20 rumah di RT 13 tempat tinggalnya yang retak. "Sebenarnya, smelter ini perizinannya tanpa membawa masyarakat," kata dia.
Bahkan, kajian mengenai akibat lingkungan alias Amdal pun disusun setelah pabrik smelter beroperasi. "Kata perwakilan KFI, Amdal sudah jadi. Namun, masyarakat dan tokoh di Pendingin belum melihat," tutur Marjianto.
Sementara itu, Owner Representative PT KFI M. Ardhi Soemargo menuturkan perusahaan saat ini menunggu tim kontraktor rekanan dari Jakarta untuk mengecek kondisi rumah warga. Ia berujar, tim bakal datang besok dan perusahaan menjadwalkan pengecekan dimulai Selasa. "Kami menjadwalkan memulai pengecekan rumah alias gedung penduduk terdampak dalam tiga hari, mulai 21 hingga 23 Mei 2024," kata Ardhi melalui aplikasi perpesanan kepada Tempo, Senin, 20 Mei 2024.
Sebelumnya, Ardhi memastikan perusahaan bertanggung jawab atas kejadian nan berakibat pada penduduk sekitar pabrik smelter PT KFI. "Jika memang (ada kerusakan) lantaran indisen tersebut, tentu bakal bertanggung jawab."
Sebelum kejadian ledakan, proyek pembangunan pabrik smelter nikel PT KFI telah menuai kontroversi. Laporan Tempo berjudul "Serampangan Proyek Pelebur Nikel Kutai Kartanegara" nan terbit pada 30 November 2023 lampau menyebut pembangunan smelter PT KFI diduga tanpa kajian mengenai akibat lingkungan alias Amdal. Hal tersebut kemudian dibenarkan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kalimantan Timur Rafiddin Rizal nan menyebut Amdal PT KFI saat itu tetap dalam proses dan menunggu surat kepantasan untuk diterbitkan.
Sementara itu, Ardhi menyatakan perusahaannya telah mengantongi izin untuk membangun industri kertas pada 1996 di area nan sekarang dikelola PT KFI. Pihaknya berasumsi masyarakat sudah mengetahui keberadaan industri di area tersebut. Apalagi area itu sudah dipatok meski akhirnya menganggur selama 29 tahun. “Kami lakukan Amdal perubahan dengan nama KFI. Posisi sudah diterima tanpa terkecuali,” ujar Ardhi ketika ditemui di salah satu warung kopi di Samarinda pada 24 Agustus 2023. Pada waktu itu, pihaknya sedang menunggu SKKL (surat keputusan kepantasan lingkungan) dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Pilihan editor: Rumah Warga Retak Imbas Ledakan Pabrik Smelter Nikel PT KFI, Perusahaan Janji Bertanggung Jawab