Lonjakan Penggunaan Paylater di Tengah Penurunan Daya Beli Masyarakat

Sedang Trending 1 bulan yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Penggunaan jasa paylater di Indonesia melonjak belakangan ini, terutama saat daya beli masyarakat menurun. Perubahan perilaku konsumen ini menunjukkan ketergantungan pada solusi finansial nan elastis untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. 

Masyarakat nan menggunakan skema Buy Now Pay Later (BNPL) untuk berbelanja mengalami peningkatan tajam, dengan total transaksi mencapai Rp7,99 triliun, meningkat 89,20 persen secara tahunan (yoy), menurut temuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

Meskipun demikian, peningkatan pembiayaan BNPL ini tidak disertai dengan peningkatan rasio pembiayaan macet alias Non Performing Financing (NPF) gross, nan tetap terjaga di nomor 2,52 persen, lebih baik dibandingkan dengan bulan Juli nan tercatat sebesar 2,82 persen.

“Piutang pembiayaan BNPL oleh perusahaan pembiayaan per Agustus 2024 meningkat sebesar 89,20 persen yoy menjadi Rp7,99 triliun, dengan NPF gross dalam kondisi terjaga di posisi 2,52 persen,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, LKM dan LJK Lainnya OJK Agusman dalam keterangannya di Jakarta, Rabu pekan lalu, 2 Oktober 2024.

Salah satu argumen utama meningkatnya minat terhadap paylater adalah kemudahan akses dan elastisitas nan ditawarkannya. Layanan ini memungkinkan konsumen untuk berbelanja tanpa kudu bayar di depan, dengan opsi angsuran nan bervariasi dan tanpa kembang dalam jangka waktu tertentu. Hal ini sangat menarik, terutama bagi generasi muda nan sering kali mempunyai akses terbatas terhadap kredit.

Tiongkok adalah contoh negara nan menunjukkan pertumbuhan jasa paylater nan pesat. Platform seperti Alipay dan WeChat Pay telah mengubah langkah orang bertransaksi, memfasilitasi konsumsi impulsif dan mendorong pertumbuhan e-commerce. Di Swedia, meski dikenal dengan literasi finansial nan tinggi, jasa paylater tetap terkenal berkah transparansi biaya dan syarat pembayaran nan ditawarkan oleh penyedia layanan.

Di Amerika Serikat, pasar paylater sangat kompetitif, dengan banyak perusahaan baru nan bermunculan, seperti Affirm dan Afterpay, menjadikan jasa ini semakin mudah diakses oleh generasi muda. Integrasi dengan beragam platform e-commerce menjadikan proses pembayaran lebih sigap dan efisien.

Di Indonesia, pertumbuhan jasa paylater menghadapi tantangan akibat kenaikan nilai peralatan dan jasa nan mengurangi daya beli masyarakat. Hal ini meningkatkan potensi angsuran macet lantaran ketidakmampuan pengguna dalam bayar tagihan. Untuk mengatasi akibat ini, krusial bagi pemerintah dan lembaga finansial untuk memperkuat izin dan meningkatkan literasi finansial masyarakat.

OJK terus memantau perkembangan industri paylater dan mendorong kerjasama antara lembaga keuangan, fintech, dan pemerintah. Dengan pengelolaan akibat nan baik dan izin nan tepat, potensi akibat dapat diminimalisir, memastikan bahwa pertumbuhan jasa ini dapat mendukung perekonomian dengan langkah nan sehat dan berkelanjutan.

Direktur Pengembangan Bisnis Avow untuk Asia Tenggara, Julie Huang, mengatakan ruang pertumbuhan BNPL di Indonesia banget besar. Pertama, jasa e-commerce di Indonesia meningkat pesat, namun baru 9 persen di antara pengguna jasa tersebut nan memanfaatkan skema transaksi pay later. 

Dalam 12 bulan terakhir, kata Julie, jutaan orang Indonesia mengangkat skema BNPL. "Sebagian didorong oleh meningkatnya inflasi dan sebagian besar oleh kebenaran bahwa nyaris separuh dari populasi orang dewasa tidak mempunyai rekening bank," kata Julie dalam siaran pers nan dikutip Tempo pada Ahad, 1 September 2024.  

Dalam catatan Avow, perusahaan pemasaran aplikasi teknologi berbasis di Jerman, sejumlah aplikasi pembayaran telah meramaikan pasar BNPL global, seperti PayPal, Affirm, Klarna, dan Afterpay. Di Indonesia, pasar nan sama didominasi beberapa pemain, seperti Akulaku, Kredivo, Indodana, dan Atome. 

Pasar BNPL diperkirakan tidak hanya bertumbuh, tapi juga berkembang pesat di masa mendatang, terutama lantaran demografi konsumen milenial dan Gen Z nan diperkirakan condong memerlukan opsi pembayaran nan lebih fleksibel. Oleh lantaran itu, menurut Julie, persaingan di antara penyedia jasa BNPL pun juga bakal semakin ketat. "Diferensiasi melalui kesempatan iklan dan kemitraan baru menjadi sangat penting," kata Julie.  

MYESHA FATINA RACHMAN | YUDONO YANUAR I ALIF ILHAM FAJRIADI | ANTARA 

Pilihan Editor: Tips Gunakan Paylater agar Tidak Boncos

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis