TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, batal pensiun lantaran mendapat kedudukan di pemerintahan Prabowo Subianto. Bahkan, belum genap sepekan pemerintahan Prabowo, Luhut sudah menduduki dua kursi.
Sebelumnya, Prabowo melantik Luhut sebagai Ketua Dewan Ekonomi Nasional pada Senin, 21 Oktober 2024. Esok harinya, kepala negara menobatkan Luhut sebagai Penasihat Khusus Presiden Bidang Digitalisasi dan Teknologi Pemerintahan. Rangkap kedudukan Luhut di awal pemerintahan periode 2024-2029 menuai reaksi akademisi. Ekonom UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menilai pengangkatan Luhut—yang juga beberapa kali rangkap kedudukan di era Jokowi—menunjukkan lemahnya komitmen pemerintah dalam mendorong regenerasi kepemimpinan.
“Memangnya tidak ada figur lain nan layak untuk mengambil alih peran-peran krusial tersebut? Indonesia adalah negara dengan populasi besar dan sumber daya manusia nan kompeten di beragam bidang,” kata Achmad melalui pernyataan tertulisnya kepada Tempo, Kamis, 24 Oktober 2024.
Menurut Achmad, Prabowo mengangkat Luhut dengan angan bisa menjaga kesinambungan kebijakan dalam pemerintahan. Hanya saja persoalannnya, dia berujar, penunjukan Luhut berpotensi menutup kesempatan munculnya figur-figur baru nan mempunyai buahpikiran dan penemuan segar untuk kebijakan pemerintah.
Hadirnya Luhut—dengan rangkap jabatannya—juga memicu akibat pengulangan pola sentralisasi kekuasan nan berlebihan seperti di era Jokowi. Menurut Achmad, konsentrasi kekuasaan pada satu perseorangan bisa melemahkan tata kelola pemerintahan nan demokratis. Kekuasaan nan terkonsentrasi di tangan Luhut, kata dia, bisa mereduksi peran lembaga dan pejabat lainnya. “Ini rawan bagi perkembangan kebijakan publik nan semestinya dihasilkan melalui sistem nan lebih terbuka dan partisipatif,” ujarnya.
Selain itu, Achmad menilai penunjukkan Luhut itu memperbesar akibat bentrok kepentingan. Apalagi Luhut dikenal mempunyai jaringan upaya family nan luas dan terhubung dengan beragam proyek besar. “Dalam posisi sebagai Penasihat Khusus Presiden Bidang Digitalisasi dan Teknologi Pemerintahan, potensi bentrok kepentingan ini bisa semakin parah, mengingat pesatnya perkembangan teknologi dan keterlibatan sektor swasta,” ujar Pendiri Narasi Institute ini.
Pilihan editor: Kadin Versi Anindya Bakrie bakal Laksanakan Rapimnas Desember 2024