Mahfud: Pola Kecurangan Pemilu Libatkan Aparat Terjadi Lagi Sejak 2019

Sedang Trending 4 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Yogyakarta, CNN Indonesia --

Mantan calon wakil presiden, Mahfud MD menyebut kecurangan dalam proses pemilu dengan pola vertikal alias melibatkan pemerintah disinyalir kembali terjadi sejak 2019.

Mahfud menjelaskan, kecurangan pemilu nan berkarakter mendatar alias antara sesama parpol, personil parpol, alias peserta pemilu berjalan di masa reformasi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Akan tetapi, lanjut dia, pola kecurangan ini berangsur mengalami pergeseran dan berubah menjadi vertikal. Pola ini melibatkan abdi negara negara alias penyelenggara.

"Itu (kecurangan vertikal) dihapus selama reformasi dan kita sukses melakukannya dengan cukup baik, tapi sejak 2019 bergeser menjadi mendatar lagi melibatkan aparat, ditengarai," kata Mahfud dalam seminar nasional di UII, Sleman, Rabu (8/5).

Pola ini pula nan diterapkan semasa era Orde Baru silam, di mana pemenang pemilu sudah ditentukan apalagi sejak sebelum pesta kerakyatan dimulai sesuai kemauan penguasa.

Beberapa corak kecurangan nan ditengarai dipraktekkan sejak 2019 antara lain, mobilisasi abdi negara dan penggunaan akomodasi negara secara tersamar.

"Fasilitas negara dipakai tetapi dipakai alasan-alasan nan ada aturannya 'nggak ayah nggak ayah ini berdasar ini berdasar itu', padahal itu kecurangan. Sehingga kecurangannya menjadi terstruktur, sistematis, dan masif," ungkap pembimbing besar tata negara UII nan juga mantan Menko Polhukam itu.

Sejumlah dugaan praktik culas nan berkarakter terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) ini sudah diseret ke meja Mahkamah Konstitusi (MK). Hanya saja di mata pengadil semuanya diputus tak terbukti secara hukum.

Putusan itu sama halnya ketika dirinya dan Ganjar Pranowo selaku paslon peserta Pilpres 2024 menggugat hasil pemilu ke MK, di mana pengadil menolak seluruh seluruh permohonan perselisihan hasil Pilpres nan diajukan kubunya.

Kendati, Mahfud memilih untuk tetap menerima keputusan MK nan memperkuat legalitas kemenangan paslon 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka pada gelaran Pilpres 2024.

Mahfud menerima kekalahan dalam pilpres maupun proses di MK sebagaimana norma ushul fiqih nan bersuara hukmul pengadil yarfa'ul khilaf. Atau berarti keputusan pengadil adalah mengikat dan menghilangkan perbedaan.

"Demi keadaban dalam berhukum meskipun, misalnya merasa tidak puas alias kecewa atas putusan MK saya kudu menerima vonis MK itu sebagai produk pengadilan nan final dan mengikat," katanya.

Sikap itu, krusial dia ambil demi keberlangsungan pemerintahan. Perjalanan menjaga negara dan menjalankan pemerintahan sejalan dengan konstitusi wajib dikedepankan.

"Bagi kita nan krusial negara ini kudu terus melangkah tidak boleh mandek apalagi menjadi kacau hanya lantaran pertengkaran nan tak kunjung usai," ujarnya.

(kum/pmg)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional