TEMPO.CO, Jakarta - Eks Direktur Utama alias Dirut PT Pertamina Martiono Hadianto blak-blakan soal sisi lain bekerja di badan upaya milik negara (BUMN). Bekerja di BUMN nan dia anggap sebagai petugas pengabdian, kata dia, rupanya rentan dengan conflict of interest hingga suap.
Saat menjabat, Martiono menyatakan selalu menghindari suap dan gratifikasi. Termasuk menghindari tumbukan kepentingan dalam mengambil keputusan, seperti nan menurutnya terlihat jelas akhir-akhir ini.
Hanya saja, Martiono bercerita, ada pengalaman pejabat BUMN nan sering mendapat titipan dalam pekerjaan, terutama dalam urusan pengadaan. Namun, dia tidak mendetailkan di BUMN dan oleh siapa praktik titipan ini terjadi.
"Titipan tidak tertulis, lisan, tapi ada konsekuensinya. Diberhentikan alias tidak diangkat lagi," kata Martiono dalam obrolan diskusi berjudul Bahaya Kriminalisasi Putusan Bisnis di Jakarta Pusat, Rabu, 22 Mei 2024.
Martiono mengaku perihal semacam itu nan selalu dia hindari saat menjabat di BUMN. Konsekuensinya pun dia rasakan juga. "Saya di periode 1998 sampai 2000 itu kayak yoyo. Diangkat, diberhentikan, diangkat, diberhentikan," tuturnya.
Iklan
Saat dia menjabat di Pertamina, Martiono bercerita, dia tidak tahu business judgement rule alias BJR. BJR merupakan prinsip nan melindungi kewenangan dewan dalam pengambilan keputusan. Dengan adanya BJR, dewan mempunyai keleluasaan dan dilindungi secara norma sehingga keputusannya tidak dapat digangggu gugat. Bahkan, ketika keputusan itu dapat menimbulkan kerugian finansial negara.
"Dulu saya lakukan itu," kata Martiono. "Dulu saya bersikap hati-hari dan nekat lantaran ada petunjuk quote on quote nan memang dari higher rank. Tapi, ya, konsekuensinya diberhentikan."
Pilihan Editor: Jokowi Akan 'Cawe-cawe' Beresi Bea Cukai, Ini Deretan Masalah nan Disorot Masyarakat