TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance Didik J. Rachbini memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan. Perekonomian diramal hanya tumbuh 5 persen pada tahun depan lantaran kontraksi manufaktur.
Didik mengatakan selama ini tidak ada strategi kebijakan nan sukses melepaskan sektor industri dari jebakan deindustrialisasi dini. Purchasing Managers Index sektor manufaktur menurut dia terus menurun. “Jatuh di bawah 50 persen,” ujarnya dalam pernyataan resmi, dikutip Rabu, 25 Desember 2024.
Baca buletin dengan sedikit iklan, klik di sini
Lembaga pemeringkat kredit, Standard & Poor's melaporkan manufaktur Indonesia mengalami kontraksi selama lima bulan berturut-turut hingga November 2024. Indeks manufaktur pada November adalah 49,6, naik dibanding Oktober 49,2. Ambang pemisah pertumbuhan PMI manufaktur adalah 50, di bawah itu tergolong level kontraksi.
Sektor industri menurut Didik tumbuh rendah, dalam beberapa tahun hanya tumbuh sekitar 3 hingga 4 persen. “Ini menunjukkan keahlian nan tidak memadai untuk mencapai pertumbuhan di atas 5 persen, apalagi 7 persen seperti sasaran Presiden Jokowi (Joko Widodo) alias sasaran 8 persen pada pemerintahan Prabowo,” ujarnya.
Selama pemerintahan Jokowi, sektor ini menurut dia diabaikan, sehingga sasaran pertumbuhan 7 persen meleset. Sektor ini kata Didik sedang mengalami proses deindustrialisasi dini. Permintaan dunia memang mengalami perlambatan, sehingga kata Didik menerobos pasar internasional tidak mudah lagi.
Karena itu, pasar-pasar baru di luar Eropa, Cina, dan Amerika Serikat perlu dijadikan sasaran perdagangan luar negeri Indonesia. Para duta besar diberi sasaran untuk meningkatkan ekspor dan menjadikan neraca jual beli bilateral menjadi positif. Dia menyarankan pemerintah melakukan reindustrialisasi berbasis sumber daya alam dan berorientasi ekspor. “Tanpa perubahan strategi, mustahil mencapai sasaran pertumbuhan 8 persen.”