Marak PHK di Mana-mana, Pemerintah Justru Tarik Uang Pekerja Lewat Tapera

Sedang Trending 5 bulan yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Kabar mengenai Pemutusan Hubungan Kerja alias PHK tenaga kerja silih berganti mewarnai pemberitaan di Tanah Air. Terbaru, sebanyak 60 tenaga kerja PT Republika Media Mandiri alias Republika di-PHK pada awal Mei 2024 lalu. Ada juga lebih dari 200 orang pekerja di PT Sepatu Bata Tbk di PHK imbas dari penutupan pabrik di Purwakarta.

Di tengah banyaknya PHK massal nan dilakukan oleh perusahaan-perusahaan, pemerintah justru bakal menarik duit rakyat melalui skema simpanan wajib Tabungan Perumahan Rakyat alias Tapera.

Pemerintah berencana memotong penghasilan seluruh tenaga kerja alias pekerja di Indonesia sebesar 3 persen per bulan untuk simpanan wajib Tapera. Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tapera.

Beleid tersebut mengatur setiap pekerja dan pekerja berdikari (freelance) yang memenuhi persyaratan wajib menjadi peserta program Tapera. Adapun syaratnya adalah peserta kudu berumur paling rendah 20 tahun alias sudah menikah ketika mendaftar. 

Selain itu, pekerja juga kudu mempunyai penghasilan setiap bulan minimal sebesar bayaran minimum. Namun, ketentuan bayaran minimum dapat dikecualikan bagi pekerja mandiri.

Setoran simpanan peserta Tapera adalah sebesar 3 persen dari gaji, upah, alias penghasilan per bulan. Pembayaran bagi pekerja ditanggung berbareng pengusaha sebesar 0,5 persen dan pekerja sebesar 2,5 persen melalui pemotongan penghasilan alias upah. Sementara iuran bagi freelancer ditanggung dirinya sendiri.

Pekerja juga tidak boleh menolak untuk dipotong gajinya. Pasalnya, dalam Pasal 55 beleid tersebut ditegaskan bahwa pekerja berdikari nan melanggar ketentuan mengenai tanggungjawab menjadi peserta Tapera bakal dikenai hukuman peringatan tertulis oleh Badan Pengelola (BP) Tapera. Peringatan tertulis diberikan sebanyak dua kali dengan jangka waktu masing-masing sepuluh hari kerja. 

Sementara hukuman administratif bagi pengusaha lebih beragam, mulai dari peringatan tertulis, denda administratif, memublikasi ketidakpatuhan pemberi kerja, pembekuan izin usaha, dan/atau pencabutan izin usaha. Untuk besaran denda administratif nan dikenakan sebesar 0,1 persen setiap bulan dari simpanan nan wajib dibayarkan. 

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menolak kebijakan pemotongan bayaran pekerja swasta untuk  Tapera. Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani mengatakan pemotongan itu justru bakal menambah beban bagi perusahaan maupun pekerja.

"Program Tapera terbaru semakin menambah beban baru, baik dari sisi pemberi kerja maupun pekerja," kata Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani melalui keterangan resmi, Selasa, 28 Mei 2024.

Program Tapera menurut Shinta bakal memberatkan beban iuran bagi kedua pihak ialah pelaku upaya dan =pekerja alias buruh. Untuk itu, Apindo juga sudah melakukan diskusi, koordinasi, apalagi mengirimkan surat kepada Presiden untuk mempertimbangkan Tapera.

Namun begitu, Apindo, kata Shinta juga mendukung kesejahteraan perumahan bagi pekerja menganggap PP tersebut meniru alias menduplikasi program sebelumnya, ialah Layanan Tambahan (MLT) perumahan pekerja bagi peserta program Jaminan Hari Tua (JHT) BP Jamsostek.

"Tambahan beban bagi pekerja 2,5 persen dan pemberi kerja 0,5 persen dari penghasilan nan tidak diperlukan lantaran bisa memanfaatkan sumber pendanaan dari biaya BPJS Ketenagakerjaan," jelasnya.

PHK di Mana-mana

Iklan

Di sisi lain, gelombang PHK di Indonesia terus berjalan. Pada bulan Mei saja, sudah ada tiga perusahaan nan melakukan pemutusan hubungan kerja dengan karyawannya. Bahkan, PHK nan dilakukan oleh Republika pada awal Mei lampau merupakan langkah lanjutan dari PHK gelombang pertama di Desember 2023. Hal ini disampaikan oleh Pimpinan Redaksi Republika, Elba Damhuri.

“Gelombang pertama Desember 2023,” kata Elba dalam pesan tertulisnya saat dikonfirmasi Tempo, Kamis malam, 9 Mei 2024.

Dia menyebut Republika telah memberhentikan 29 wartawan dan 31 staf pendukung pada Mei ini. Meski begitu, Elba enggan menjabarkan secara perincian faktor-faktor pemicu PHK selain efisiensi perusahaan.

Pada 2 Mei 2024, PT Sepatu Bata Tbk mengumumkan pemberhentian aktivitas produksi di pabrik Purwakarta melalui keterbukaan info di Bursa Efek Indonesia. Hal ini mengakibatkan sekitar 233 orang terkena PHK menurut info dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat.

Direktur dan Sekretaris PT Sepatu Bata Tbk, Hatta Tutuko menyebut argumen perusahaan menutup pabrik sepatu Bata di Purwakarta untuk menjaga kelangsungan upaya jangka panjang. Menurut dia, keputusan penutupan pabrik sepatu Bata itu bermaksud untuk mengoptimalkan operasional perusahaan.

“Guna memenuhi kebutuhan pengguna nan terus berkembang melalui pemasok lokal dan mitra lainnya,” kata Hatta dalam keterangan tertulis, Kamis, 9 Mei 2024.

PHK besar-besaran juga terjadi di Kepulauan Bangka Belitung (Babel). Penjabat Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Syafrizal ZA menyatakan, lima smelter nan mengenai kasus korupsi tata niaga timah di Kepulauan Babel, telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) atas 1.000 orang pekerjanya.

“Data pekerja nan kena PHK di lima smelter ini belum valid, namun diperkirakan sudah lebih seribuan pekerja nan telah diberhentikan oleh perusahaan,” kata Syafrizal ZA di Pangkalpinang, Rabu, 1 Mei 2024.

Menurut dia, pekerja nan kena PHK itu berasal dari internal smelter sebanyak 500 orang, serta IUP smelter/sopir pengangkut hasil tambang sekitar 500 orang.

“PHK pekerja di internal smelter sebanyak 500 orang dan pekerja sektor IUP, pengemudi serta pekerja sektor lainnya juga sekitar 500 orang nan diberhentikan, lantaran tidak beroperasinya perusahaan selama proses norma berjalan,” katanya.

RADEN PUTRI | ILONA | SAVERO 

Pilihan Editor: Ma'ruf Amin Jamin Tapera Aman: Bahasa Agama Namanya Ta'awun, Saling Membantu

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis