Mempertanyakan Keseriusan KPK Tangkap Harun Masiku

Sedang Trending 3 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

Januari 2020 silam, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagetkan publik dengan melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap personil KPU periode 2017-2022 Wahyu Setiawan dan tujuh pihak lainnya.

OTT tersebut berangkaian dengan kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) Anggota DPR RI 2019-2024 nan turut menyeret mantan calon legislatif PDI Perjuangan (PDIP) Harun Masiku.

OTT tersebut merupakan nan kedua di era kepemimpinan KPK jilid V era Firli Bahuri Cs-- nan terpilih sebagai komisioner menjelang akhir tahun 2019 berbarengan dengan pengesahan atas perubahan kedua Undang-undang (UU) KPK.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kedua 'paket' itu dinilai banyak kalangan-- aktivis antikorupsi, pembimbing besar, akademisi, mahasiswa, hingga kalangan buruh-- bakal melemahkan kerja-kerja KPK khususnya di bagian penindakan.

Pada Rabu, 8 Januari 2020, Tim Satuan Tugas (Satgas) Penindakan KPK nan dipimpin Rizka Anungnata (penyidik nan disingkirkan oleh Firli Cs lewat asesmen Tes Wawasan Kebangsaan alias TWK dalam rangka alih status menjadi ASN pada 2021) sukses membongkar kasus dugaan suap PAW Anggota DPR RI 2019-2024.

Namun, operasi senyap tersebut diduga bocor. Rizka dkk tidak sukses menangkap Harun dan satu orang lainnya diduga elite partai. Tim KPK justru disekap, digeledah, dan dipaksa untuk tes urine di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan. Hanya Rizka nan dibebaskan dari penyekapan lantaran salah satu polisi nan melaksanakan perintah pemimpin mengenalnya.

Sejak saat itu, penanganan kasus Harun Masiku tidak menemui titik terang. Sejumlah hambatan lain juga diterima tim interogator KPK, satu di antaranya kandas menggeledah instansi PDIP.

Kini, di usia perkara nan sudah lewat empat tahun, dalam beberapa waktu terakhir, KPK gencar memeriksa sejumlah saksi. Yakni Wahyu Setiawan pada Desember 2023; pengacara Simeon Petrus serta Melita De Grave dan Hugo Ganda (Mahasiswa) pada Mei 2024; serta Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto pada Juni 2024.

KPK menyatakan telah mendapat info baru mengenai keberadaan dari Harun Masiku nan masuk ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) pada 2020 lalu.

Lantas, apakah giat penindakan nan dilakukan tersebut merupakan corak kesungguhan KPK untuk menangkap dan menggiring Harun Masiku ke muka persidangan? Ataukah hanya angin lampau belaka lantaran dugaan kepentingan politik di dalamnya?

Mantan interogator KPK nan sekarang tergabung dalam Satgassus Pencegahan Polri, Novel Baswedan, meyakini interogator KPK sangat serius untuk memproses norma Harun Masiku. Akan tetapi, dia mafhum ada hambatan baik dari internal maupun eksternal nan terus berupaya menggagalkan niat baik tersebut.

"Saya percaya penyidiknya bakal bekerja baik," ucap Novel kepada CNNIndonesia.com melalui pesan tertulis, Rabu (12/6) malam.

Novel lantas mengkritik Wakil Ketua KPK Alexander Marwata nan mengeluarkan pernyataan pers mengenai sasaran alias angan penangkapan Harun Masiku dalam waktu satu minggu.

"Statement Alexander Marwata nan berjanji bakal menangkap dalam waktu satu minggu, saya tidak percaya. Karena setelah sekian lama belum tertangkap, mestinya tidak perlu berjanji tapi melaksanakan kewajibannya saja," ucap dia.

"Ketika hanya statement saja, saya cemas ada kepentingan Alexander Marwata nan bukan merupakan kepentingan penegakan hukum," sambungnya.

Novel menuding Alex saat ini sedang menjalankan peran mantan Ketua KPK Firli Bahuri nan tidak mempunyai kemauan memproses norma Harun Masiku. Sebelumnya, Novel sempat mengeluarkan pernyataan pers nan meyakini Harun Masiku tidak bakal tertangkap alias ditangkap selama Firli menjabat sebagai ketua KPK.

"Sekarang peran Firli diduga dijalankan oleh Alex," kata Novel.

Bersama Rizka Anungnata, Novel saat ini tergabung dalam Indonesia Memanggil (IM57+) Institute, organisasi nan konsentrasi pada rumor antikorupsi buatan mantan pegawai KPK nan disingkirkan Firli Cs lewat asesmen TWK.

Sementara itu, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai pemeriksaan Wahyu hingga Hasto baru-baru ini kudu menjadi momentum untuk kembali membuka lembar kelanjutan proses hukum. Sebab, Kurnia menyatakan sudah terlalu banyak kejanggalan dalam penanganan kasus tersebut seperti penyekapan interogator di PTIK, kegagalan menggeledah instansi PDIP, hingga pemecatan interogator nan menangani perkara.

Dalam kajian ICW, terang Kurnia, setidaknya terdapat empat perihal nan kudu segera KPK kerjakan guna segera memproses norma Harun Masiku.

Pertama, ketua KPK kudu mengevaluasi struktural penindakan KPK nan bertanggungjawab terhadap pencarian Harun Masiku, mulai dari Deputi Penindakan, Direktur Penyidikan, hingga level satuan tugas.

"Hal ini krusial agar kemudian bisa terpetakan di mana sebenarnya halangan dalam proses norma terhadap Masiku," ujar Kurnia saat dikonfirmasi melalui pesan tertulis, Kamis (13/6).

Kedua, ICW meminta ketua KPK membangun kerja sama dengan penegak norma lain seperti Bareskrim Polri dan Interpol, agar upaya pencarian Harun Masiku bisa lebih maksimal dilakukan. Bahkan, bakal lebih baik lagi jika dibentuk tim campuran nan berada di bawah koordinasi ketua KPK dan Kapolri.

Selanjutnya, Kurnia mengatakan pengembangan perkara juga absolut kudu dilakukan oleh KPK. Menurut dia, penambahan keterangan Wahyu dkk sebagai saksi kudu ditindaklanjuti, misalnya dengan menelusuri sumber duit suap nan diberikan Harun Masiku kepada Komisioner KPU tersebut.

"Sebab, ada indikasi kuat sumber duit suap Masiku berasal dari pejabat teras partai politik," kata dia.

Catatan keempat ialah ICW meminta Dewan Pengawas (Dewas) KPK untuk secara berkala mengawasi kerja penindakan KPK mengenai pencarian Harun Masiku. Selain lantaran waktu pencarian nan sudah terlalu lama, kegagalan menangkap Harun Masiku ini juga kerap dikeluhkan oleh masyarakat.

"Peran pengawasan Dewas tersebut telah selaras dengan Pasal 37B ayat (1) huruf a UU KPK," ungkap Kurnia.

Politisasi kasus

Peneliti Pusat Kajian Anti-Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (PUKAT UGM) Zaenur Rohman mempertanyakan argumen KPK baru memeriksa Hasto lagi pada tahun ini. Hasto pertama kali diperiksa KPK sebagai saksi pada akhir Januari 2020 silam.

"Mengapa setelah sekian lama, dulu memang pernah dipanggil (2020), tapi baru sekarang lagi dipanggil. Apakah dari dulu sampai sekarang tidak bebas dari tekanan politik, baru ketika sekarang peta politik berubah, PDIP di luar kekuasaan, kemudian Hasto dipanggil lagi," kata Zaenur lewat pesan suara.

"Menurut saya jangan sampai ada tuduhan seperti itu dari masyarakat kepada KPK," sambungnya.

Zaenur meminta KPK kudu ahli dalam menangani kasus Harun Masiku. KPK, terang dia, tidak boleh menjadi perangkat menekan untuk tujuan politik praktis.

"Sehingga KPK kudu profesional, independen, KPK kudu menolak intervensi politik dengan langkah menangani perkara secara profesional. Jangan sampai ini Hasto dipanggil misalnya menjadi agenda politik. Misal untuk perangkat menekan dan seterusnya," kata dia.

Zaenur pun menekankan KPK kudu segera memproses norma dan menghadapkan Harun Masiku ke meja hijau, serta menindaklanjuti pihak-pihak lain nan diduga turut serta dalam tindak pidana seperti perintangan penyidikan.

"Perkara ini penuh dengan tanda tanya, penuh dengan kejanggalan, masuk ke Indonesia dari luar negeri tapi kemudian kabur lagi. Itu menunjukkan perkara Harun Masiku banyak hambatan nan hambatan itu bukan hambatan teknis dalam makna keahlian KPK untuk mencari, memulangkan, dan menangkap, tetapi ada kendala-kendala nan masyarakat menduganya ini memang hambatan politik," ungkap Zaenur.

"Oleh lantaran itu, sekarang, di sisa waktu ketua KPK periode ini kudu menangkap Harun Masiku, menghadapkannya ke meja hijau, dan memproses siapa pun orang nan turut serta melakukan tindak pidana. Harun Masiku menjadi pintu masuk untuk dapat mengungkap aktor-aktor lain," lanjut dia.

Berlanjut ke laman berikutnya...


Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional