TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Ketenagakerjaan Yassierli mengatakan upah minimum bakal menjadi konsentrasi utama pemerintah dalam menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi tentang Undang-Undang Cipta Kerja. Yassierli, nan juga merupakan Ketua Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit Nasional, membahas perihal tersebut saat memimpin Sidang Pleno IV LKS Tripartit Nasional di Jakarta pada Senin, 4 November 2024.
“Jadi kami konsentrasi mengenai bayaran minimun ini dulu. Nanti masukan dari teman-teman semua bakal kami bawa ke pak presiden untuk dimintai arahan,” kata dia kepada para pejabat pemerintah, pengusaha, dan pekerja nan datang di sidang pleno, dikutip dari keterangan pers Kementerian Ketenagakerjaan.
Dalam sidang itu, Yassierli menekankan dua hal. Pertama, dia berbicara putusan MK atas UU Cipta Kerja kudu dihormati dan dipatuhi oleh semua personil LKS Tripartit Nasional. Kedua, dia meminta seluruh personil LKS Tripartit Nasional bersama-sama membicarakan solusi atas putusan MK tersebut.
“Saya kira putusan MK ini adalah sesuatu nan kudu kita hormati dan kita patuhi bersama-sama,” ujarnya.
Yassierli mengatakan perihal paling krusial untuk segera ditindaklanjuti adalah penetapan bayaran minimum (UM) 2025. Hal itu dikarenakan penetapan UM provinsi 2025 paling lambat dilakukan pada 21 November 2024. Sementara untuk penetapan UM Kabupaten/Kota kudu dilakukan paling lambat pada 30 November 2024.
Serikat pekerja nan menjadi personil LKS Tripartit Nasional pun menyampaikan beberapa usulan mengenai penetapan UM 2025. Mereka meminta agar ada keleluasaan kepada gubernur dan Dewan Pengupahan Daerah (Depeda) untuk bekerja-sama mengenai penetapan UMP, UM kabupaten/kota, dan UM sektoral dengan berbasis kebutuhan hidup layak (KHL).
Menurut keterangan Kemnaker, serikat pekerja dalam sidang itu juga meminta agar penetapan UM 2025 tidak menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 nan mengubah PP 36/2021 tentang Pengupahan.
Para pekerja juga disebut meminta penggunaan survei KHL dari unsur Depekab/Depekot dengan memperpanjang waktu penetapan UM sampai dengan 10 Desember 2024.
Sementara itu, para pengusaha mengusulkan tetap diberlakukannya PP 51/2023 untuk penetapan UM 2025 dan guna menghindari politisasi penetapan UM. Para pengusaha juga meminta KHL nan digunakan adalah berasas info Badan Pusat Statistik (BPS), serta agar UM Sektoral tidak ditetapkan terlebih dulu untuk sektor padat karya.
Iklan
Terpisah, Yassierli mengatakan bahwa pemerintah mempunyai waktu hingga 7 November 2024 untuk menyelesaikan patokan UMP, entah melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan alias surat edaran. Ia menyampaikan itu setelah Presiden Prabowo Subianto menggelar rapat internal tentang putusan MK terbaru di Istana Kepresidenan Jakarta pada Senin, 4 November 2024.
“Kita banyak bicara mengenai tentang bayaran minimum lantaran ini nan memang menjadi deadline kami dalam 2 hari ke depan. Arahan dari beliau sangat jelas dan kelak teman-teman silahkan tunggu kelak hasil rumusan kami,” kata Yassierli usai rapat.
MK mengabulkan sebagian permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Salah satu poin di dalam putusan perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 tersebut adalah perihal bayaran minimum provinsi.
Putusan MK Nomor 168/PUU-XXII/2024 mewajibkan kembali pemberlakuan bayaran minimum sektoral (UMS). Aturan tentang pemberlakuan UMS tercantum dalam UU Ketenagakerjaan nan disahkan pada 2003. Namun, UU Ciptaker menghapus ketentuan tersebut.
MK sependapat dengan gugatan nan dilayangkan kaum pekerja bahwa dalam praktiknya, penghapusan UMS sama saja negara tak memberi perlindungan nan memadai bagi pekerja.
Daniel A. Fajri berkontribusi dalam penulisan tulisan ini.
Pilihan editor: BPOM Beberkan Penyebab Produk Latiao Baru Bermasalah meski Sudah Lama Beredar