Mengenang 28 Tahun Peristiwa Berdarah Kudatuli di Kantor PDI

Sedang Trending 2 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

Dua puluh delapan tahun lalu, kerusuhan 27 Juli 1996 pecah di instansi pusat Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jalan Diponegoro Nomor 58, Jakarta.

Peristiwa nan dikenal dengan akronim Kudatuli itu menewaskan lima orang, 149 orang luka-luka, dan 23 orang hilang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Masalah internal PDI berupa dualisme kepemimpinan Soerjadi vs Megawati Sukarnoputri jadi akar pecahnya Kudatuli.

Megawati dikukuhkan menjadi ketua umum lewat hasil Kongres Surabaya 1993. Di sisi lain, Soerjadi juga ditetapkan jadi ketum berasas hasil Kongres Medan 1996.

Kantor DPP PDI nan diduduki Mega diserbu oleh golongan Soerjadi. Soerjadi saat itu digunakan pemerintah Orde Baru untuk mendongkel Megawati.

Mendagri kala itu, Yogie S. Memet mengakui Soerjadi sebagai ketum. Hal itu pun memantik reaksi dari pendukung Mega.

Mimbar bebas dan orasi politik dilakukan di sana, tak hanya oleh kader PDI, support juga mengalir dari LSM, simpatisan, hingga masyarakat.

Mayjen Pol Hamami Nata sebagai Kapolda Metro Jaya kala itu menginstruksikan DPP PDI di bawah Mega agar segera menghentikan aktivitas mimbar bebas.

Begitu pula Pangdam Jaya Mayjen Sutiyoso nan menyebut mimbar bebas itu telah menjadi arena mencaci maki pemerintah. Mega memang dikenal sebagai oposisi nomor wahid di masa Orba.

Kepolisian menganggap kerumunan massa itu menyebabkan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat.

Tak tinggal diam, massa pendukung Soerjadi mendatangi Kantor DPP PDI pada 27 Juli 1996 di pagi hari.

Peter Kasenda dalam Peristiwa 27 Juli 1996 Titik Balik Perlawanan Rakyat (2018) menuliskan, massa PDI pendukung Soerjadi berteriak memaki-maki dan menghujani dengan batu ke pendukung Megawati nan memperkuat di instansi DPP PDI.

Mereka juga membakar spanduk-spanduk nan tertancap di sekeliling pagar. Dengan leluasa massa pendukung Soerjadi menyerbu Kantor DPP PDI lantaran ratusan abdi negara kepolisian dan militer memblokir wilayah sekitar.

Akibatnya, Satgas PDI nan jumlahnya kurang dari 100 orang terkepung dan mempertahankan markas sendiri tanpa support dari luar.

Kerusuhan pecah, peristiwa merembet ke luar Kantor DPP PDI. Sejumlah aktivis LSM dan mahasiswa menggelar mimbar bebas di bawah jembatan layang kereta api dekat Stasiun Cikini nan berujung jadi bentrok antara massa dengan abdi negara keamanan.

Proses Hukum Kudatuli

Pascakerusuhan, penyelidikan langsung dilakukan. Hasil penyelidikan mendapati Soerjadi dan sejumlah jajarannya terlibat dalam Peristiwa Kudatuli. Mereka ditetapkan sebagai tersangka dan dipenjara berasas putusan pengadilan.

Namun menurut Komnas HAM, sejumlah perwira militer ikut terlibat dalam peristiwa ini dan belum diadili. Penyelesaian Peristiwa Kudatuli tetap terus berjalan hingga saat ini.

Selain itu, massa pendukung Megawati sebanyak 124 orang juga menjadi terdakwa. Soerjadi dan Sekjen DPP PDI hasil Kongres Medan, Buttu R Hutapea juga digugat oleh para pendukung Mega.

Soerjadi apalagi mempersilahkan siapa saja nan mau membawa kasus itu ke pengadilan. Ia menginginkan peristiwa itu diselesaikan secara hukum.

"Kalau punya bukti, silakan bawa ke pengadilan bahwa saya bersalah. Saya mau ada kejelasan dalam kasus ini, tidak dikatung-katung," kata Soejadi dikutip detikcom, 27 Juli 2005.

"Hanya saja bagi mereka nan tidak bisa dibuktikan keterlibatannya agar dikeluarkan SP3 (surat perintah penghentian penyidikan). Saya dan teman-teman di PDI juga masuk ke dalam itu (tidak ada bukti)," imbuhnya.

Ia menyampaikan Kudatuli itu diawali dengan mimbar bebas nan membikin penguasa di era Orde Baru marah dan mau membubarkannya.

Soerjadi menyebut kubunya pernah diminta oleh rezim untuk membubarkan mimbar bebas. Tetapi dia menolak. Namun tiba-tiba pada 27 Juli 1996 ada penyerangan.

"Tidak ada anak buah saya nan ikut melakukan penyerangan. Saya tidak tahu siapa nan melakukan buahpikiran itu," ucap dia.

Pelanggaran HAM berat

Pada banyak kesempatan, PDIP meminta agar peristiwa berdarah itu ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat.

Pada peringatan 27 tahun Kudatuli nan digelar di DPP PDIP, Kamis (27/7/2023), Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mau peristiwa ini dibawa sampai ke pengadilan HAM. Ia percaya peristiwa itu merupakan pelanggaran HAM berat.

Hasto juga menyebut PDIP meminta Komnas HAM untuk membentuk tim Ad Hoc penyelidikan penetapan HAM berat kasus Kudatuli.

(mnf/pmg)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional