Menkeu Pangkas Tarif Ekspor Kelapa Sawit, Pengusaha Berharap Industri Bisa Bangkit

Sedang Trending 2 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Martono berambisi nomor ekspor kelapa sawit dan produk turunannya bisa segera naik setelah pemerintah memangkas pungutan ekspor. Pemangkasan tarif ini dinilai bisa mendorong nilai minyak sawit menjadi semakin kompetitif.

“Memang ini sesuai angan para pelaku upaya lantaran ekspor kita menurun salah satu penyebabnya nilai minyak nabati lain seperti kembang mentari lebih murah dari minyak sawit,” kata Eddy kepada Tempo, Jumat, 20 September 2024.

Tarif baru ekspor minyak sawit mentah (CPO) ditetapkan sebesar 7,5 persen dari nilai referensi nan ditetapkan secara berkala oleh Kementerian Perdagangan. Hal itu berasas Peraturan Menteri Keuangan Bernomor 62/2024 Tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Pada Kementerian Keuangan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menandatangani beleid tersebut pada 11 September 2024 lalu. Sementara, aturannya mulai bertindak per 21 September 2024.

Selanjutnya, tarif pungutan ekspor untuk palm kernel dan bungkil inti sawit sebesar US$25 per ton. Sementara tarif ekspor bagi produk turunan sawit masing-masing 3 persen, 4,5 persen, dan 6 persen dari nilai referensi Kementerian Perdagangan.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah ekspor CPO Indonesia pada Agustus 2024 mengalami penurunan secara tahunan sebesar 26,39 persen. Hal tersebut, menurut Eddy, merupakan imbas dari nilai minyak sawit nan kurang kompetitif. “Selain itu tentu juga lantaran masalah ekonomi global,” kata dia.

Iklan

Selama ini, Eddy berujar, asosiasi pengusaha tidak melakukan negosiasi kepada pemerintah untuk memangkas pungutan ekspor. Namun, sebatas melaporkan kondisi apa pasar terutama setelah melakukan ke sejumlah negara importir seperti China.

Ia menambahkan, China dan sejumlah negara importir produk turunan kelapa sawit mengurangi pembelian lantaran nilai minyak nabati lain lebih murah. Selama nilai minyak nabati lain tetap kompetitif, dia menilai nilai minyak sawit bumi bakal tetap tertekan.

Ke depan, dia belum memproyeksi seberapa akibat penurunan biaya pungutan ekspor ini. “Karena turunnya ini bisa jadi negara eksportir lain bakal melakukan sama,” terangnya.

Pilihan Editor: 5 Alternatif Pengganti Minyak Goreng Kelapa Sawit untuk Memasak

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis