Menteri Jokowi Buka Keran Ekspor Pasir Laut di Sisa Sebulan Masa Pemerintahan, Ekonom: Mencurigakan

Sedang Trending 3 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal, mempertanyakan publikasi patokan kontroversial di sisa satu bulan pemerintahan Presiden Jokowi.

"Aturan baru ini bakal mempengaruhi penerapan pemerintahan mendatang, terutama dari sisi urgensinya. Apalagi soal pembukaan ekspor pasir laut, nan sebelumnya dilarang," kata Faisal melalui aplikasi perpesanan pada Sabtu, 14 September 2024.

Pernyataan Faisal itu merespons dibukanya kembali keran ekspor pasir laut dan bibit lobster di era pemerintahan Jokowi lewat revisi sejumlah peraturan menteri.

Kembali diizinkannya ekspor pasir laut dilakukan setelah dua peraturan menteri perdagangan direvisi. Dua beleid itu adalah Permendag Nomor 20 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2023 tentang Barang nan Dilarang untuk Diekspor dan Permendag Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.

Sementara izin ekspor BBL diatur dalam Peraturan Menteri KKP Nomor 7 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan. Sebelumnya larangan ekspor bayi lobster tertuang dalam Peraturan Menteri KKP Nomor 17 Tahun 2021.

Faisal mengkritik keras dibuka kembalinya ekspor pasir laut oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan alias Zulhas lantaran patokan itu bakal berkapak jelek terhadap lingkungan. Seharusnya, patokan seperti itu kudu dipertimbangkan dan dikalkulasi secara matang sebelum diterbitkan.

Alasan pemerintah mengizinkan ekspor pasir laut untuk menghindari alias mengatasi masalah sedimentasi, menurut Faisal, juga tidak tepat. "Tapi apakah kudu diekspor. Padahal kebutuhan dalam negeri banyak."

Kebijakan ini, kata Faisal, juga bisa jadi kontradiktif dengan rencana presiden terpilih Prabowo Subianto nan mau membangun tanggul laut raksasa alias Giant Sea Wall. "Pasti bakal memerlukan banyak pasir laut," tuturnya.

Ia pun mempertanyakan argumen dikeluarkannya izin ekspor pasir laut itu menjelang akhir masa pemerintahan. Apalagi jika dilihat dari segi geopolitik, nan paling berkepentingan dengan pasir laut adalah Singapura. "Ini justru mencurigakan," ujar Faisal.

Menurut dia, saat ini Singapura sedang memerlukan pasir laut untuk membangun area daratan negara tersebut nan hingga saat ini semakin bertambah luas. "Tentu bakal mempengaruhi batas-batas antar-Singapura dan negara sekitarnya, termasuk Indonesia."

Iklan

Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Sakti Trenggono, melalui ahli bicaranya Wahyu Muryadi, menyatakan ekspor pasir laut dan bibit cerah lobster alias BBL mempunyai untung untuk pendapatan negara.

"Ya, jelas. Prinsip nan mau kami raih seperti itu. Diharapkan negara mendapatkan pemasukan dari penerimaan negara bukan pajak alias PNBP," kata Wahyu ketika dihubungi Tempo, Sabtu malam, 14 September 2024.

Namun perihal ekspor pasir laut ini, Wahyu mengatakan secara prinsip pemanfaatannya tidak merusak lingkungan dan ekosistem laut. "Komitmen Pak Menteri Trenggono kan, jelas. Ekologi kudu dijadikan panglima," tutur dia.

Ia pun menyatakan izin ekspor pasir laut tidak membikin nelayan dan masyarakat pesisir dirugikan. "Jadi pembersihan sedimentasi pasir laut tidak boleh membikin pulau tenggelam," ucapnya.

Justru, kata Wahyu, selama ekspor pasir laut dilakukan dengan tidak merusak lingkungan, di bawah kontrol ketat, serta ada uji tuntas, maka nilai ekspornya bisa menambah pemasukan negara melalui PNBP.

Sementara ekspor bibit lobster hanya bisa dilakukan dengan sebelumnya kudu ada joint venture dengan perusahaan asal Vietnam dan kudu mempunyai izin dari Menteri Pertanian Vietnam untuk melakukan budidaya di Indonesia. "Maka perusahaan joint venture ini boleh melakukan pembesaran berbareng di Vietnam," ucap dia.

Tak spesifik membeberkan berapa prediksi realisasi investasi Vietnam memanfaatkan keran ekspor bibit lobster itu, Wahyu memperkirakan nilainya bakal besar. "Gampangnya jika satu petak (lubang budidaya) modalnya Rp 100 juta, ya kali aja. Itu kan bisa ribuan petak lubang kerabat jaring apung itu," katanya.

Pilihan Editor: Ini Bahaya Ekspor Pasir Laut nan Kembali Dihidupkan di Era Jokowi

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis