TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan impor garam mustahil dihilangkan. Masih perlu alias tidaknya Indonesia mendatangkan garam dari luar negeri tergantung dari kesiapan petani dan Koperasi Petambak Garam Nasional (KPGN) itu sendiri.
"(Impor garam) enggak mungkin dihilangkan. Ini kesiapan dari petani dan koperasi petani sendiri," kata politikus Partai Golkar kepada wartawan usai Penandatanganan Nota Kesepahaman Penyerapan Garam Produksi Dalam Negeri Tahun 2024 dan 2025 di The Westin Jakarta, Senin, 18 November 2024.
Kendati begitu, Agus Gumiwang mau agar Indonesia dapat lepas dari ketergantungan impor. Sebagai upayanya, dia bakal meningkatkan serapan garam produksi dalam negeri sebesar 7.416,97 ton. Angka itu didapat dari sasaran serapan garam dalam negeri tahun ini sebesar 758.285,42 dan 775.702,39 ton untuk tahun depan.
Sedangkan pada 2023, total penyerapan garam produksi dalam negeri mencapai 577.925 ton. Garam dari tiga jenis kualitas ialah K1, K2 dan K3 itu berasal dari seluruh koperasi petambak garam nan tersebar di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Timur nan terdiri atas Nagekeo dan Kupang.
Karena itu, Agus Gumiwang meminta Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 126 Tahun 2022 tentang Percepatan Pergaraman Nasional dievaluasi. Hal ini diperlukan agar seluruh industri pengolahan garam diwajibkan menyerap garam dalam negeri. Sampai saat ini, garam nan tetap diizinkan impor dalam patokan itu adalah garam chlor alkali plant (CAP).
Namun pada saat nan sama, Agus Gumiwang mengingatkan industri memerlukan garam dengan spesifikasi tertentu nan kudu dipenuhi. Produsen garam kudu menyesuaikan spesifikasi garam mereka agar cocok dengan kebutuhan industri. "Itu kudu ketemu," katanya.
Dalam aktivitas penandatanganan nota kesepahaman itu, perwakilan nan berkesempatan datang ialah 8 industri pengolahan garam, 1 industri chlor alkali, 4 industri garam farmasi, 26 industri farmasi, 1 industri garam, dan 37 orang perwakilan petani alias koperasi dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Timur.
Penandatanganan nota kesepahaman bermaksud membuka kerja sama antara industri pengguna garam dan koperasi serta industri pemasok garam dalam mengoptimalkan penyerapan garam produksi dalam negeri.