TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie Sugiarto menjelaskan gimana penjualan industri otomotif khususnya mobil bakal bertambah berat dengan adanya kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen pada tahun 2025.
"Memang (penjualan) bakal tambah berat," ucap Jongkie saat dihubungi Tempo, Ahad, 24 November 2024.
Kenaikan pajak itu, Jongkie menuturkan, terutama bakal dirasakan oleh konsumen mobil-mobil kelas bawah. Sebagai contoh, mobil seharga Rp 300 juta bakal naik harganya sebesar Rp 3 juta.
Kendati begitu, Jongkie memahami argumen pemerintah meningkatkan PPN lantaran ini menggenjot penerimaan dari pajak untuk membiayai pengeluaran negara. Ia pun tetap berambisi pada pertumbuhan ekonomi nan dijanjikan bakal mencapai 8 persen untuk menopang penjualan industri otomotif. Paling tidak, kata dia, penjualan tahun ini tetap dapat dipertahankan pada tahun depan.
Sedangkan Sekretaris Jenderal Gaikindo Kukuh Kumara mengatakan kenaikan PPN menjadi tantangan bagi industri otomotif nan tengah lesu. Ia mengatakan menyebut akibat kenaikan PPN menjadi 12 persen ini juga diperdalam dengan daya beli masyarakat nan menurun.
“Tiap kenaikan pajak konsekuensinya terjadi penurunan penjualan mobil. Data empiris mengatakan seperti itu,” kata Kukuh melalui keterangan tertulis, Sabtu, 23 November 2024.
Gaikindo menurunkan sasaran penjualan kendaraan otomotif tahun 2024 dari 1 juta unit mejadi 850 ribu unit. Penurunan sasaran penjualan ini, kata Kukuh, bakal berakibat besar pada industri otomotif dari hulu hingga hilir. Kukuh juga mengatakan, pengurangan produktivitas ini juga dapat memperbesar potensi pengurangan karyawan.
“Yang jelas produsen bakal mengurangi produktivitas, nan pada akhirnya berakibat terhadap pengurangan sumberdaya manusia,” kata Kukuh.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kenaikan tarif PPN 12 persen bakal tetap melangkah sesuai mandat Undang-Undang Nomor 7 Nomor 2021. Menurut dia, penyusunan kebijakan perpajakan dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi di beragam sektor.
"Artinya, ketika kami membikin kebijakan mengenai perpajakan, termasuk PPN ini, bukannya dilakukan dengan membabi buta dan seolah tidak punya afirmasi alias perhatian terhadap sektor lain, seperti kesehatan dan apalagi waktu itu termasuk makanan pokok," katanya saat rapat kerja berbareng Komisi XI DPR RI, Kamis, 14 November 2024.
Oyuk Ivani Siagian berkontribusi dalam penulisan tulisan ini.