MK Ubah Syarat Pilkada: Cagub Jakarta 7,5% Suara, Jabar-Jateng 6,5%

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengubah periode pemisah partai politik alias campuran partai politik dalam pencalonan kepala wilayah di Pilkada.

Pengusungan calon di Pilkada sekarang menyetarakan dengan besaran persentase persyaratan calon perseorangan ialah berbasis jumlah penduduk.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketetapan MK itu tertuang dalam putusan nomor 60/PUU-XXII/2024 nan diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora dalam sidang di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (20/8).

Berdasarkan putusan MK ini, maka periode pemisah pencalonan gubernur Jakarta misalnya hanya memerlukan 7,5 persen bunyi hasil pemilihan legislatif sebelumnya.

Berikut syarat dan ketentuan calon gubernur dan calon wakil gubernur berasas keputusan MK terbaru:

Pertama, provinsi dengan jumlah masyarakat nan termuat pada daftar pemilih tetap (DPT) sampai dengan 2 juta jiwa, maka partai politik alias campuran partai politik peserta pemilu kudu memperoleh bunyi sah paling sedikit 10 persen di provinsi tersebut.

Beberapa provinsi berasas jumlah masyarakat nan masuk dalam kategori ini adalah Kepulauan Riau, Bengkulu, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Kalimantan Utara, Maluku Utara hingga seluruh Provinsi di Pulau Papua.

Ketentuan kedua, ialah provinsi dengan jumlah masyarakat nan termuat pada DPT lebih dari 2 juta jiwa sampai 6 juta jiwa, maka partai politik alias campuran partai politik peserta pemilu kudu memperoleh bunyi sah paling sedikit 8,5 persen di provinsi tersebut.

Poin nomor dua itu untuk provinsi Aceh, Sumatera Barat, Riau, Jambi, DI Yogyakarta, Bali, NTT, NTB, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tengah.

Ketentuan ketiga, ialah provinsi dengan jumlah masyarakat nan termuat pada DPR lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, maka peserta pemilu kudu memperoleh bunyi sah paling sedikit 7,5 persen di provinsi tersebut

Deretan provinsi nan merujuk ketentuan ketiga adalah Jakarta, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, dan Sulawesi Selatan.

Ketentuan keempat, ialah provinsi dengan jumlah masyarakat nan termuat pada DPT lebih dari 12 juta jiwa. Maka peserta pemilu kudu memperoleh bunyi sah paling sedikit 6,5 persen di provinsi tersebut.

Provinsi dengan jumlah masyarakat nan masuk kategori ketentuan keempat adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,

Selanjutnya untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota, terdapat ketentuan sebagai berikut:


a. Kabupaten/kota dengan jumlah masyarakat nan termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu jiwa, partai politik alias campuran partai politik peserta pemilu kudu memperoleh bunyi sah paling sedikit 10 persen di kabupaten/kota tersebut

b. Kabupaten/kota dengan jumlah masyarakat nan termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu sampai 500 ribu jiwa, partai politik alias campuran partai politik peserta pemilu kudu memperoleh bunyi sah paling sedikit 8,5 persen di kabupaten/kota tersebut

c. Kabupaten/kota dengan jumlah masyarakat nan termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500 ribu sampai 1 juta jiwa, partai politik alias campuran partai politik peserta pemilu kudu memperoleh bunyi sah paling sedikit 7,5 persen di kabupaten/kota tersebut

d. Kabupaten/kota dengan jumlah masyarakat nan termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1 juta jiwa, partai politik alias campuran partai politik peserta pemilu kudu memperoleh bunyi sah paling sedikit 6,5 persen di kabupaten/kota tersebut.

Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati menyatakan putusan MK soal syarat pencalonan kepala wilayah ini bertindak di Pilkada 2024 ini.

"Putusan ini bertindak saat ini," kata Khoirunnisa kepada CNNIndonesia.com, Selasa (20/8).

Ia mengatakan jika putusan ini tak diterapkan pada Pilkada 2024, maka bisa menimbulkan persoalan norma ke depannya.

Senada, Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini juga mengatakan putusan ini bertindak untuk Pilkada 2024. Pasalnya, dia menilai putusan MK ini tidak menyebut penundaan waktu keberlakuannya.

"Putusan MK biasanya jika dia menunda keberlakuan itu definitif disebut dalam amar seperti putusan perludem nomor 116 tahun 2023 soal periode pemisah parlemen nan oleh Mk disebut berlakunya untuk pemilu 2029 dan setelahnya," kata Titi dalam wawancara dengan CNN Indonesia TV, Selasa (20/8).

Titi pun meminta agar KPU tak menafsirkan sendiri putusan ini bakal bertindak di tahun 2029. Sebab, putusan ini mempunyai kesamaan karakter dengan putusan MK Nomor 90 tahun 2023 soal syarat usia capres nan digunakan tiket pencalonan gibran.

Mekanisme penerapan putusan MK selanjutnya kudu direspons oleh KPU melalui perubahan peraturan KPU alias PKPU menyesuaikan amar nan telah diketok pengadil MK.

CNNIndonesia.com tetap berupaya meminta keterangan lebih lanjut mengenai putusan ini ke pihak MK dan KPU.

(khr/fra)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional