Modus Penipuan Oknum Pegawai ke Nasabah Sering Terjadi, OJK Pernah Sarankan Bank Ambil Alih

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

TEMPO.CO, Jakarta - Kasus dugaan penipuan oleh oknum pegawai BTN terhadap pengguna banyak menarik perhatian setelah korban berunjuk rasa di depan instansi bank tersebut pada 29 dan 30 April 2024.

Dalam tindakan demo nan diwarnai pembakaran ban di laman instansi BTN di Jakarta itu, sejumlah korban menuntut duit mereka sebesar Rp7,5 miliar dikembalikan.

Kasus ini menurut BTN bermulai dari dua tenaga kerja bank pelat merah itu nan menawarkan simpanan dengan iming-iming kembang 10 per bulan.

Menurut Direktur Operations and Customer Experience BTN, Hakim Putratama, kasus sejumlah pengguna nan menyatakan dananya lenyap bermulai ketika mereka menempatkan biaya di BTN melalui pegawai perseroan.

Kuasa Hukum BTN, Roni, menjelaskan bahwa pembukaan rekening oleh pegawai BTN tidak dilakukan sesuai dengan prosedur nan berlaku. Para pengguna apalagi dijanjikan produk simpanan dengan kembang 10 persen per bulan.

Setelah membukakan rekening nasabah, pegawai BTN nan sekarang sudah dipecat tersebut, tidak memberikan arsip resmi sebagaimana harusnya, seperti kitab tabungan maupun kartu ATM, kepada pengguna sehingga diduga kuat seluruh info pengguna nan terkumpul dimanfaatkan oleh oknum tersebut termasuk mengirimkan biaya pengguna ke rekening pribadi mereka.

PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk alias BTN menegaskan bahwa bank tidak pernah menyediakan produk simpanan dengan suku kembang 10 persen per bulan alias 120 persen per tahun.

"Harus saya garis bawahi bahwa tidak ada produk tabungan ataupun simpanan nan bunganya 10 persen per bulan. Itu perihal pertama nan kudu kita pahami sama-sama untuk dijadikan edukasi kepada masyarakat," kata Direktur Operations and Customer Experience BTN Hakim Putratama di Kantor Pusat BTN, Jakarta, Rabu, 8 Mei 2024, menanggapi kasus sejumlah pengguna nan menyatakan dananya lenyap di BTN hingga Rp7,5 miliar.

Oleh BTN dua pegawai berinisial ASW dan SCP sudah dilaporkan ke Polda Metro Jaya sejak 6 Februari 2023. Mereka juga sudah diberhentikan sebagai karyawan.

Masalah ini menarik perhatian Ombudsman Republik Indonesia, nan bekerja mengawasi pelayanan publik. Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika pada Rabu, 8 Mei 2024, menemui petinggi BTN untuk klarifikasi.

"Ombudsman menghormati proses hukum. Oleh lantaran itu, Ombudsman memandang bahwa Bank BTN itu bertanggung jawab terhadap persoalan ini," kata Yeka di Kantor Pusat BTN, Jakarta, Rabu.

Apabila proses norma membuktikan bahwa kasus tersebut disebabkan kelalaian pihak bank, maka biaya pengguna bakal diganti rugi oleh BTN. Namun sebaliknya, andaikan BTN tidak terbukti bersalah maka biaya nan diklaim lenyap tidak bakal diganti oleh pihak bank lantaran murni kesalahan oknum.

Setelah melakukan penelaahan, Yeka mengatakan bahwa sejumlah pengguna mengenai termasuk dalam golongan masyarakat nan melek literasi keuangan. Ombudsman, sebagai pengawas pelayanan publik, meminta kepada BTN agar jangan sampai kasus serupa terulang kembali di kemudian hari.

"Oleh lantaran itu kami mendorong BTN untuk memitigasi akibat ke depan mengenai dengan persoalan seperti ini jangan sampai terulang," kata Yeka.

Atas dasar persoalan tersebut, Ombudsman juga mengimbau kepada masyarakat untuk lebih berhati-hati terhadap tawaran nan mengiming-imingi bagi hasil investasi dengan untung nan fantastis.

Apabila hendak berinvestasi, Ombudsman menyarankan masyarakat untuk datang secara langsung ke lembaga finansial sehingga mendapat info dan pelayanan resmi.

"Dan kepada masyarakat nan terkena masalah ini, Ombudsman menyarankan jangan lagi demo di BTN lantaran ini lembaga di mana trust (kepercayaan masyarakat) dikedepankan. Kalau memang tetap belum puas terhadap proses-proses nan ada di BTN, kami Ombudsman siap menerima aduan," kata Yeka.

Pada Rabu, Ombudsman melakukan kunjungan ke Kantor Pusat BTN serta turut mengundang pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan Kementerian BUMN. Pertemuan diadakan untuk mendiskusikan kasus biaya pengguna BTN nan diklaim lenyap sekaligus memitigasi agar kasus serupa tidak terjadi kembali di masa mendatang.

Sikap OJK pada Kasus Serupa Sebelumnya

Iklan

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pernah meminta perbankan sigap menyelesaikan persoalan mengenai penyalahgunaan biaya pengguna oleh kalangan internal lantaran menyangkut akibat reputasi menyusul terjadinya beberapa kasus biaya nasabah bank raib.

“Kalau digelapkan dananya, kita tidak boleh menunggu sampai putusannya inkrah,” kata Deputi Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Sardjito dalam webinar Infobank di Jakarta, Jumat, 11 Desember 2020.

Dengan begitu, andaikan internal bank menemukan kesalahan dari karyawan, maka perbankan itu kudu segera bayar duit pengguna nan raib.

Bahkan, lanjut dia, biaya pengguna nan raib akibat pidana siber, andaikan bank bayar duit pengguna itu, maka bakal mengurangi akibat reputasi dan dinilai tidak bakal mengganggu operasional perbankan. “Mungkin uangnya tidak seberapa, tidak mengganggu akibat operasional bank,” katanya.

OJK, lanjut dia, sudah mengatur perlindungan konsumen sektor jasa finansial dalam Peraturan OJK 1/POJK.07/2013.

Dalam pasal 29 POJK itu menyebut pelaku upaya jasa finansial wajib bertanggung jawab atas kerugian konsumen nan timbul akibat kesalahan dan alias kelalaian pengurus, pegawai, dan pelaku upaya jasa keuangan.

Sementara itu, Chairman Infobank Institute Eko B Supriyanto dalam kesempatan nan sama mengungkapkan kasus raibnya duit pengguna sudah terjadi sejak beberapa tahun lampau mulai dari kasus paling menonjol melibatkan Malinda Dee hingga kasus terakhir nan menimpa atlet e-sport Winda Earl nan dananya raib senilai Rp 20 miliar. 

Baca: Mediasi Masih Berjalan, Maybank Siap Ganti Tabungan Winda Earl Rp 16,8 Miliar

Dalam penyelesaian kasus itu, dia menambahkan perbankan mengatasinya dengan langkah nan berbeda. Di antaranya menenangkan pengguna ialah mengganti biaya pengguna lebih dulu melalui escrow account.

Namun, lanjut dia, ada juga perbankan nan justru menunjukkan kepada publik perselisihan dengan nasabah. Padahal bank merupakan lembaga jasa finansial nan tergantung kepercayaan masyarakat.

“Bank sendiri nan kudu bereskan, kepercayaan bakal datang. Tapi jika berantem dulu, saya percaya itu adalah strategi nan menurut saya kurang elok bagi kepercayaan bank,” katanya.

ANTARA | TIM TEMPO

Pilihan Editor Menhub Pecat Kepala Unit Penyelenggara Bandara, Buntut Ajak Youtuber Korea Selatan ke Hotel

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis