TEMPO.CO, Jakarta - Polemik keputusan Presiden Jokowi memberikan izin upaya pertambangan alias IUP kepada ormas keagamaan terus berlanjut. Sejumlah ormas menyatakan mendukung, beberapa lainnya tegas tidak bakal berpartisipasi. Sementara Muhammadiyah menyatakan tidak bakal tergesa-gesa mengenai konsesi tambang nan ditawarkan oleh pemerintah.
"Tidak bakal tergesa-gesa dan mengukur diri agar tidak menimbulkan masalah bagi organisasi, masyarakat, bangsa, dan negara," kata Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti dalam keterangan pers, Minggu, 9 Juni 2024.
Abdul Mu'ti mengatakan Muhammadiyah belum ada keputusan bakal menolak alias menerima konsesi tambang tersebut.
Organisasi keagamaan Islam terbesar kedua setelah NU itu menegaskan bakal mengkaji semuanya dari beragam aspek dan perspektif pandang nan menyeluruh.
"Keputusan sepenuhnya berada di tangan Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Ormas keagamaan mengelola tambang tidak otomatis, tetapi melalui badan upaya disertai persyaratan nan kudu dipenuhi," kata Abdul.
Dalam kesempatan terpisah, Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Pimpinan Pusat Muhammadiyah menilai pemberian wilayah izin upaya pertambangan unik (WIUPK) untuk ormas keagamaan melanggar Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan sebagaimana telah diubah dengan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (UU Administrasi Pemerintahan).
“Wewenang Menteri Investasi/Kepala BKPM memberikan WIUP kepada pelaku upaya termasuk badan upaya nan dimiliki oleh Ormas tidak berdasar menurut hukum,” ujar Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo, dalam legal opinion kepada PP Muhammadiyah, dikutip Ahad, 9 Juni 2024.
Trisno menjelaskan, pasal 5 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2023 tentang Pengalokasian Lahan bagi Penataan Investasi menyatakan, Satuan Tugas, ialah Menteri Investasi/Kepala Badan Koprdinasi Penanaman Modal (BKPM), melakukan penawaran dan pemberian WIUP kepada pelaku usaha, termasuk BUM Desa, BUMD, Badan upaya nan dimiliki oleh ormas, koperasi, badan upaya nan dimiliki oleh upaya mini dan menengah.
Padahal, tutur Trisno, pasal 1 Nomor 23 UU Administrasi Pemerintahan telah menyatakan pelimpahan kewenangan dilakukan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan nan lebih tinggi kepada badan dan/atau pejabat pemerintahan nan lebih rendah. Pelimpahan itu dilakukan dengan tanggung jawab dan tanggung gugat beranjak sepenuhnya kepada penerima delegasi.
Dengan begitu, kata Trisno, delegasi kewenangan tidak dapat dilakukan dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kepada Menteri Investasi/Kepala BKPM. Sebab, menurut dia, kedudukan Menteri ESDM dan Menteri Investasi/Kepala BKPM adalah setara/sejajar sesama menteri dan personil kabinet.
Trisno menuturkan, Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan telah mengatur kedudukan peraturan presiden dua level di bawah undang-undang. Karena itu, kata dia, peraturan presiden tidak boleh bertentangan dengan norma nan terdapat dalam undang-undang.
Sebelumnya, Menteri Investasi Bahlil Lahadilia menyatakan bakal segera menerbitkan izin upaya pertambangan (IUP) pengelolaan batu bara untuk Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) guna mengoptimalkan peran organisasi keagamaan.
Menurut dia, Presiden Joko Widodo telah setuju dan bakal memberikan konsesi batu bara nan cadangannya cukup besar kepada PBNU untuk dikelola dalam rangka mengoptimalkan organisasi.
Ormas nan Mendukung dan Menolak
Selain Nahdlatul Ulama, ormas keagamaan lain nan mendukung pemberian IUP adalah Mathla'ul Anwar. "Mathla'ul Anwar siap mendukung dan proaktif melaksanakan kebijakan ekonomi berkeadilan di tengah masyarakat Indonesia, terutama membantu pendidikan, dakwah, dan sosial," kata Ketua Umum PB Mathla'ul Anwar K.H. Embay Mulya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.
Walaupun ada pro dan kontra di tengah masyarakat, kata dia, pihaknya tetap berpikiran baik bahwa program pemerintah sesuai dengan moto Mathla'ul Anwar, ialah menata umat merekat bangsa. Selain itu, hasil pertambangan tidak saja berakibat pada penerimaan negara, tetapi juga pada organisasi keagamaan.
"Khususnya Mathla'ul Anwar, lahir sebelum republik ini berdiri, ialah tahun 1916. Lembaga ini telah berkecimpung membantu pemerintah dalam peningkatan sumber daya manusia," katanya.
Sebagaimana Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 Ayat (3) bersuara di mana bumi dan air dan kekayaan alam nan terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Iklan
Hal itu, menurut dia, relevan jika wilayah izin upaya pertambangan unik (WIUPK) diberikan kepada organisasi masyarakat keagamaan dan dikelola secara baik.
Sementara Ormas nan menyatakan menolak adalah PGI, KWI, dan HKBP.
Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Gomar Gultom menilai pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada ormas keagamaan oleh Jokowi adalah corak komitmen untuk melibatkan rakyat dalam mengelola kekayaan alam.
Kebijakan ini juga menunjukkan penghargaan kepada ormas nan telah berkontribusi dalam pembangunan bangsa.
Namun, Gomar mengingatkan bahwa mengelola tambang tidak mudah. Ormas keagamaan mempunyai keterbatasan,sedangkan bumi tambang sangat kompleks.
Ia mewanti-wanti agar ormas keagamaan tidak mengesampingkan tugas utamanya dalam membina umat dan tidak terjebak dalam sistem pasar.
Yang paling penting, ormas keagamaan tidak boleh tersandera oleh kepentingan nan dapat melemahkan daya kritis dan bunyi profetik mereka.
Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), melalui perwakilannya Kardinal Suharyo, menyatakan tidak bakal mengusulkan izin upaya pertambangan batubara, meskipun kesempatan tersebut terbuka bagi ormas keagamaan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024.
KWI menilai bahwa pengelolaan tambang batubara bukan ranah mereka dan konsentrasi mereka adalah pada pelayanan umat.
"Saya tidak tahu jika ormas-ormas nan lain ya, tetapi di KWI tidak bakal menggunakan kesempatan itu lantaran bukan wilayah kami untuk mencari tambang dan lainnya," kata Kardinal Suharyo usai bersilaturahmi di Kanwil Kemenag DKI Jakarta, Jalan DI Panjaitan, Jatinegara, Jakarta Timur, Rabu.
Ephorus Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Robinson Butarbutar menyatakan HKBP tak bakal terlibat sebagai gereja nan merusak lingkungan dengan menerima Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) dari pemerintah.
“Kami justru menyerukan agar pemerintah bertindak tegas terhadap para penambang nan dalam penyelenggaraan tugasnya tak tunduk pada undang-undang nan telah mengatur pertambangan nan ramah lingkungan,” kata Robinson dalam keterangan tertulis, Sabtu, 8 Juni 2024.
Robinson mengatakan, berasas isi Konfesi HKBP tahun 1996, HKBP punya tugas ikut bertanggung jawab menjaga lingkungan hidup nan telah dieksploitasi umat manusia atas nama pembangunan. Menurut Robinson, pemanfaatan sumber daya alam nan selama ini terjadi telah terbukti menjadi salah satu penyebab utama kerusakan lingkungan hingga pemanasan bumi.
"Kita harusnya beranjak secepat mungkin kepada pendekatan penggunaan teknologi ramah lingkungan, green energg seperti solar energi, wind daya dan nan lainnya nan tetap bakal dikembangkan,“ katanya.
ANTARA | TIM TEMPO
Pilihan Editor Layanan Moda Transportasi Darat di Terminal 1 Bandara Soekarno-Hatta, Cek Titik Lokasinya