TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi meluncurkan Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Dana Pensiun Indonesia 2024-2028 di Yogyakarta kemarin. Kebijakan ini untuk tujuan mendorong industri biaya pensiun menjadi lebih kuat, stabil, dan terpercaya, serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Dana Pensiun Indonesia ini bukan sekadar dokumen. “Tapi merupakan komitmen berbareng dari seluruh stakeholders di industri biaya pensiun nan bekerja-sama dan bersinergi untuk mewujudkan sistem pensiun Indonesia nan lebih baik lagi," kata Ogi dalam keterangan tertulisnya pada Senin, 8 Juli 2024.
Melalui peluncuran peta jalan ini, OJK berbareng seluruh pemangku kebijakan bermaksud merespon beragam rumor strategis untuk mewujudkan industri biaya pensiun nan sehat dan kredibel, sehingga bisa tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan.
Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Dana Pensiun Indonesia 2024-2028 ditopang dengan empat pilar prinsip pengembangan dan penguatan, ialah penguatan ketahanan dan daya saing industri biaya pensiun; pengembangan elemen-elemen dalam ekosistem industri biaya pensiun; percepatan transformasi digital industri dana pensiun; dan penguatan pengaturan, pengawasan, dan perizinan.
Ogi menyebut keempat pilar tersebut bakal dijalankan di dalam tiga fase berbeda dalam kurun waktu 2024 hingga 2028. “Diawali dengan fase penguatan fondasi (fase satu), dilanjutkan dengan fase konsolidasi dan menciptakan momentum (fase dua), dan diakhiri dengan fase penyesuaian dan pertumbuhan (fase tiga),” kata dia.
Ogi mengatakan program strategis dalam ketiga fase penerapan itu diharapkan bisa menjawab tantangan-tantangan nan ada di industri biaya pensiun. Tantangan itu meliputi percepatan transformasi digital program pensiun, termasuk saluran distribusi; peningkatan program literasi dan inklusi finansial mengenai biaya pensiun; konsolidasi program pensiun sukarela; penguatan program pensiun wajib; dan pembangunan sistem database kepesertaan program pensiun biaya pensiun.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam sambutannya menyampaikan bahwa sebagai negara dengan populasi masyarakat terbesar di bumi ke-empat, industri biaya pensiun Indonesia mempunyai potensi nan sangat besar. Dia berambisi dengan arah kebijakan pengembangan dan penguatan biaya pensiun ini dapat mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
“Diharapkan industri biaya pensiun dapat menjadi lebih sehat, efisien, berintegritas, memperkuat perlindungan konsumen dan masyarakat, serta mendukung pertumbuhan ekonomi nasional," kata Mahendra.
Iklan
Sementara itu, Ogi menjelaskan bahwa secara global, terdapat tiga rumor pengembangan biaya pensiun nan perlu mendapatkan perhatian. Pertama adalah mengenai digitalisasi di sektor biaya pensiun. Kedua adalah mengenai program pensiun di sektor informal. Ketiga adalah pergeseran tren program pensiun faedah pasti (defined benefit) kepada program pensiun iuran pasti (defined contribution).
“Terdapat tiga usulan principles baru ialah Implementing the Pension Regulation, Monitoring and Adaptability, dan Assessment and Implementation Process. Selain itu terdapat dua penyesuaian terhadap principles nan sudah ada ialah Objective and Responsibilities dan Transparency and Communication," kata Ogi.
OJK mencatat realisasi tingkat densitas industri biaya pensiun di Indonesia pada akhir 2023 tetap tergolong rendah, ialah hanya mencapai 18,94 persen dari 147,7 juta total jumlah angkatan kerja.
Ogi menyebut sasaran nan dicanangkan dalam periode akhir pada peta jalan ini, ialah pada 2028, tingkat densitas biaya pensiun di Indonesia dapat mencapai 20 persen.
Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) nan dilakukan OJK pada 2022, literasi biaya pensiun berada pada tingkat 30,5 persen dan inklusi pada tingkat 5,42 persen. Kondisi ini disebut tetap lebih rendah dibandingkan dengan sektor jasa finansial lainnya, seperti tingkat literasi perbankan 49,93 persen dan inklusi perbankan 74,03 persen. Sedangkan, untuk industri perasuransian, tingkat literasi 31,72 persen dan tingkat inklusi 16,63 persen.
Selain itu, pada industri biaya pensiun saat ini tetap terdapat beberapa tantangan, antara lain tetap terjadinya ketidaksesuaian aset dan liabilitas, keterbatasan SDM mengenai dengan pengelolaan investasi dan manajemen risiko, saluran pengedaran pemasaran biaya pensiun nan tetap terbatas, kurangnya support dan komitmen pendiri, dan belum tersedianya info peserta biaya pensiun nasional nan terintegrasi.
Pilihan Editor: Akun IG Diblokir, Ini Kiprah Ahmad Rafif Raya hingga Diperiksa OJK