Ormas Keagamaan Tolak Konsesi Tambang, HKBP: Kami Ikut Tanggung Jawab Jaga Lingkungan Hidup

Sedang Trending 5 bulan yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Ephorus Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Robinson Butarbutar, menegaskan bahwa HKBP tidak bakal terlibat dalam aktivitas nan merusak lingkungan dengan menerima Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) dari pemerintah.

“Kami justru menyerukan agar pemerintah bertindak tegas terhadap para penambang nan dalam penyelenggaraan tugasnya tak tunduk pada undang-undang nan telah mengatur pertambangan nan ramah lingkungan,” kata Robinson dalam keterangan tertulis, Sabtu, 8 Juni 2024.

Robinson menyebut bahwa berasas Konfesi HKBP 1996, HKBP mempunyai tanggung jawab untuk menjaga lingkungan hidup nan telah dieksploitasi atas nama pembangunan. Ia menekankan bahwa pemanfaatan sumber daya alam merupakan salah satu penyebab utama kerusakan lingkungan dan pemanasan global.

"Kita harusnya beranjak secepat mungkin kepada pendekatan penggunaan teknologi ramah lingkungan, green daya seperti solar energi, wind daya dan nan lainnya nan tetap bakal dikembangkan,“ katanya.

Robinson mengungkapkan bahwa pemerintah, melalui Presiden Joko Widodo, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, dan Menteri ESDM Arifin Tasrif, hanya menyiapkan enam lahan jejak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) untuk dikelola oleh organisasi masyarakat alias ormas keagamaan. Lahan tersebut berasal dari PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Adaro Energy Tbk, PT Multi Harapan Utama, dan PT Kideco Jaya Agung.

Sebelumnya, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa ormas keagamaan nan bakal mengelola WIUPK bakal bekerja sama dengan kontraktor ahli untuk memastikan kepatuhan terhadap patokan lingkungan. “Setelah penambangan, bakal dilakukan reklamasi dan ada Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Itu nan paling penting,” ujar Bahlil di Kementerian Investasi pada Jumat, 7 Juni 2024.

Ormas keagamaan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) juga menyatakan tidak bakal mengusulkan izin upaya pertambangan (IUP). Menanggapi perihal ini, Bahlil menyatakan bakal berbincang untuk menjelaskan faedah pertambangan secara rinci. 

“Saya menghargai pandangan mereka nan mungkin belum (berminat mengajukan). Komunikasi kelak bakal kami berikan penjelasan,” kata Bahlil.

Menurut Bahlil, tidak ada persoalan nan tidak bisa diselesaikan, termasuk polemik penolakan pemberian IUP. Ia menyatakan bahwa ormas keagamaan hanya belum mendapatkan penjelasan nan cukup detail. 

“Ini kan gara-gara baru keluar PP-nya ditulis berasas persepsi masing-masing, akhirnya kabur semua. Ada juga organisasi kemasyarakatan nan tak butuh, maka kami prioritaskan ke nan butuh. Kan simpel,” ujarnya. 

Iklan

PBNU Terima IUP Tambang Jokowi

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf, menjelaskan argumen NU menerima izin tambang nan diberikan oleh Presiden Joko Widodo. Menurut Yahya, alias nan berkawan disapa Gus Yahya, PBNU memerlukan biaya untuk mendanai operasional beragam program dan prasarana Nahdlatul Ulama.

"Pertama-tama saya katakan, NU ini butuh, apapun nan halal, nan bisa menjadi sumber pendapatan untuk pembiayaan organisasi," kata Gus Yahya di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Kamis, 6 Juni 2024.

Gus Yahya menegaskan bahwa kebanyakan program Nahdlatul Ulama dikelola oleh organisasi nahdliyin—warga NU. Namun, sumber daya dan kapabilitas mereka sudah tidak bisa lagi menopang beragam program tersebut. Sebagai contoh, sekitar 30 ribu pesantren dan madrasah nan dimiliki oleh nahdliyin memerlukan support finansial nan lebih besar.

Salah satu contohnya adalah Pondok Pesantren Lirboyo di Kediri, Jawa Timur, nan mempunyai 43 ribu santri. Infrastruktur di pesantren tersebut sangat terbatas, dengan satu bilik berukuran sekitar 3x3 meter nan dihuni oleh 60-70 santri. "Kondisi ini membikin barang-barang santri kudu diletakkan di sembarang tempat dan mereka terbiasa tidur di mana saja di area pesantren," ungkap Gus Yahya.

Selain itu, Muslimat NU juga mengelola ribuan taman kanak-kanak (TK), namun penghasilan para pengajarnya tetap belum layak. Beberapa pembimbing hanya menerima penghasilan sebesar Rp 150 ribu per bulan. "Ya, gurunya sih tulus semua. Tapi, nan memandang kondisi ini tidak tega," ujarnya. "Hal seperti ini nan membikin kami sangat memerlukan dana."

Menurut Gus Yahya, kondisi ini mendorong PBNU untuk segera mencari sumber pendapatan alternatif. Jika menunggu support dari pemerintah, PBNU kudu melalui birokrasi nan panjang dan rumit. "Kami memandang ini sebagai kesempatan nan kudu segera diambil. Kami butuh, mau gimana lagi," tutupnya.

MICHELLE GABRIELA  | BAGUS PRIBADI | AISYAH AMIRA WAKAN

Pilihan Editor: Gereja HKBP Tolak Ambil Konsesi Izin Tambang untuk Ormas

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis