TEMPO.CO, Jakarta - Kebijakan Kelas Rawat Inap Standar alias KRIS belakangan menjadi sorotan sejumlah pasien BPJS Kesehatan. Sejak diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 tentang perubahan ketiga atas Perpres 82/2018 pada 8 Mei 2024, patokan ini belum sepenuhnya diterapkan di rumah sakit, termasuk salah satunya di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Salah satu pasien RSCM, Yulinda, mengaku sudah mengetahui kebijakan KRIS. Berdasarkan pengalamannya saat ini RSCM tetap menerapkan jasa BPJS Kesehatan dengan sistem nan lama. Yulinda tak menampik jika dirinya cemas terhadap kebijakan KRIS ini. Apalagi dia bayar iuran BPJS Kesehatan kelas I. "Kalau misalkan sekarang tidak ada kelas, saya kurang setuju. Masa saya bayar agak mahal tapi menerima akomodasi standar," kata Yulinda saat ditemui Tempo di RSCM, Jumat pagi, 24 Mei 2024.
Perempuan berumur 37 tahun itu mengatakan, dia memerlukan privasi untuk bilik rawat inap. Dia mengungkap peserta kelas I di RSCM menerima akomodasi ruang perawatan berkapasitas 4 orang pasien. Warga Jagakarsa, Jakarta Selatan itu membandingkan pelayanan kelas I di rumah sakit lain nan hanya menerima satu orang pasien per ruang perawatan. Layanan bilik berasas kelas saja menurutnya sudah berbeda di sejumlah rumah sakit.
Lebih lanjut, Yulinda menyebut RSCM belum mensosialisasikan KRIS kepada para pasien. "Kalau dari rumah sakit sendiri sih belum ada sosialisasi untuk KRIS," ujarnya.
Tak hanya Yulinda, pasien lain RSCM, Dita, berambisi agar program KRIS ini kelak dapat membikin pembayaran iuran BPJS Kesehatan menjadi lebih murah. Dia menilai penurunan tarif iuran BPJS Kesehatan bakal membantu masyarakat.
Sebaliknya, Dita menolak jika ada kenaikan tarif iuran akibat KRIS. "Kalau kelas dihapus tapi biaya naik, ya enggak setuju," tutur penduduk asal Senen, Jakarta Pusat itu. Di sisi lain, wanita berumur 24 tahun tersebut mengatakan bahwa sejauh ini akses psikiatri melalui BPJS Kesehatan sudah memadai. Dia juga menyebut bahwa biaya obat juga telah ditanggung pelayanan kelas I.
Terpisah, Direktur Utama RSCM, Supriyanto, menyampaikan bahwa hingga saat ini belum ada perubahan mengenai prosedur rawat inap melalui BPJS Kesehatan di RSCM. Menurut dia, penerapan KRIS BPJS Kesehatan tetap dalam proses peralihan. "Sekarang ini tetap pakai sistem BPJS nan seperti sebelumnya," kata Supriyanto saat dikonfirmasi Tempo via telepon pada Jumat, 24 Mei 2024.
Iklan
Supriyanto menyebut bahwa tindak lanjut KRIS BPJS Kesehatan di RSCM bakal diumumkan secara resmi pada bulan depan. "Nanti pembaruan lagi bulan Juni," tuturnya.
Sementara KRIS BPJS belum diberlakukan, BPJS Kesehatan tetap menerapkan iuran berdikari peserta kelas I sebesar Rp 150 ribu dan kelas II Rp 100 ribu. Kemudian, iuran kelas III sebesar Rp 42 ribu per orang per bulan dengan subsidi sebesar Rp 7.000 per orang per bulan dari pemerintah, sehingga nan dibayarkan peserta kelas III hanya Rp 35 ribu.
Adapun sebelumnya, personil Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo mengingatkan pemerintah agar penyelenggaraan KRIS BPJS Kesehatan tidak memberatkan masyarakat kurang bisa dalam bayar iuran mandiri. Pasalnya, kata dia, tetap ada masyarakat nan iuran berdikari lantaran belum menjadi peserta PBI gara-gara info nan tidak akurat. "Jangan sampai kelas berdikari rontok dan sebatas menjadi personil nan tidak bisa menjadi personil kelas standar," kata Rahmad kepada Tempo, Selasa, 14 Mei 2024.
Pemerintah mengubah kebijakan jasa BPJS Kesehatan kelas 1, 2, dan 3 diganti dengan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Hal ini diatur di dalam Perpres 59/2024 tentang perubahan ketiga atas Perpres 82/2018 pada 8 Mei 2024 lalu. Aturan baru ini mengatur akomodasi perawatan pada pelayanan rawat inap nan berasas kelas rawat inap standar. Berdasarkan patokan tersebut, kebijakan ini dilaksanakan secara menyeluruh untuk rumah sakit nan bekerja sama dengan BPJS Kesehatan paling lambat 30 Juni 2025.
FATIMA ROZANE | SAVERO ARISTIA WIENANTO | RIRI RAHAYU | AISYAH AMIRA WAKANG | AISHA