TEMPO.CO, Solo - Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (APARSI) meminta perlindungan atas akibat nan bakal timbul dari pemberlakuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2024 tentang Kesehatan dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK).
Pasal-pasal pengaturan penjualan produk tembakau dalam PP Nomor 28/2024 dan RPMK itu dinilai menakut-nakuti keberlangsungan mata pencaharian pedagang. Dalam RPMK tersebut memuat ketentuan seputar penjualan bungkusan rokok polos tanpa merek.
Ketua Umum APARSI, Suhendro mengemukakan pihaknya telah menyerahkan permohonan perlindungan itu kepada Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kamis, 29 September 2024.
Permohonan perlindungan itu diterima secara simbolis diterima oleh Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Moga Simatupang saat Musyawarah Nasional (Munas) I APARSI di Hotel Grand Candi Semarang, Jawa Tengah. Dalam kesempatan itu, Moga datang mewakili Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan.
“Kami menitipkan petisi permohonan perlindungan dan surat rekomendasi kepada pemerintah. Bahwa ada 10 juta personil APARSI nan terdiri dari 10 riby pasar tradisional, nan tentu di dalamnya menjual produk tembakau bakal terimbas pelarangan zonasi 200 meter dari satuan pendidikan," ungkap Suhendro saat dihubungi Tempo, Senin, 30 September 2024.
Selain terancam tergerus pendapatannya, dia mengatakan keberadaan upaya pedagang pasar juga terancam hilang. Ia menjelaskan dalam surat permohonan itu mencakup tiga hal.
Pertama, berangkaian dengan komitmen penuh APARSI dalam mendukung program pemerintah dan bekerja sama dengan beragam pihak untuk mencegah akses pembelian produk tembakau dan rokok elektronik kepada masyarakat dengan usia di bawah 21 tahun.
Kedua, pernyataan mengenai Pasal 434 ayat (d) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28) untuk tidak diimplementasikan lantaran setiap letak upaya mempunyai karateristik nan berbeda-beda.
Selain itu disebutkan bahwa produk tembakau dan rokok elektronik hanya boleh diletakkan di area nan dapat dijangkau oleh penjaga toko dengan tujuan agar pembelian tidak dilakukan secara swalayan oleh pelanggan, khususnya mencegah pembelian oleh kalangan di bawah umur.
"Praktik nan bertindak saat ini, di mana produk diletakkan di area belakang kasir bakal tetap dijalankan, sehingga pengguna kudu terlebih dulu meminta kepada penjaga toko untuk membeli produk tembakau alias rokok elektronik," ungkap dia.
Ketiga, pada Pasal 434 Ayat (e) (PP 28) nan melarang penjualan produk tembakau dan rokok elektronik 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak tidak bertindak surut, sehingga semua toko alias upaya ritel nan sudah berdiri tetap dapat menjual produk tembakau dan rokok elektronik demi keadilan berusaha.
Dokumen pernyataan tersebut juga mencakup penolakan sektor ritel terhadap Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan turunan PP 28 nan memuat ketentuan bungkusan polos tanpa merek untuk produk tembakau dan rokok elektronik, lantaran merugikan sektor ritel nasional.
APARSI dan asosiasi sektor retail maupun pasar memohon perlindungan pemerintah, kata Suhendro, melalui Kemendag sebagai pembina sektor perdagangan agar pasal-pasal di dalam PP No 28 Tahun 2024 dan pembahasan patokan teknisnya nan ada di RPMK dihentikan.
Iklan
"Agar tidak ada celah bagi pihak-pihak nan tidak bertanggung jawab untuk melakukan praktik-praktik nan merugikan pedagang mini di lapangan,” tutur dia.
Sebagai penjelasan Pasal 434, ayat 1 huruf (d) dan (e) tidak dapat diimplementasikan. Pertama, mengenai arti dan ruang lingkup satuan pendidikan dan tempat bermain anak serta langkah dan metode pengukuran 200 meter tidak dijelaskan secara detil dan berkarakter multitafsir.
Kedua, mengenai larangan penjualan rokok 200 meter dari tempat satuan pendidikan dan tempat bermain anak merupakan corak diskriminatif terhadap pedagang dan peritel nan telah berada di letak tersebut terlebih dulu sebelum PP No. 28 Tahun 2024 disahkan.
Di tengah kondisi ekonomi nan semakin berat saat ini, Suhendro berambisi pemerintah dapat melindungi para pelaku ekonomi kerakyatan dengan peraturan nan juga pro rakyat kecil. Selama ini produk tembakau dan rokok elektronik adalah peralatan legal nan berkontribusi terhadap pendapatan pedagang dan penerimaan negara.
Oleh karena itu pengaturan nan berangkaian dengan sektor perdagangan, baik PP maupun RPMK diharapkan dapat melibatkan pedagang dan kementerian pembina sektor.
“Harapan kami pedagang dapat menjual produk tembakau dan rokok elektronik demi keadilan berusaha," kata dia.
Lebih lanjut dia menyatakan pihaknya siap bekerja-sama dan bersinergi untuk melakukan langkah preventif menekan nomor perokok pemula dan mencari jalan tengah agar tidak ada pihak-pihak nan dirugikan dari izin nan ada seperti akibat larangan zonasi 200 meter.
"Kami siap bekerja-sama untuk terus menurunkan nomor prevalensi perokok anak," ucap dia.
Adapun Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) menunjukkan bahwa nomor prevalensi perokok anak sudah turun dari 9,1 persen pada tahun 2018 menjadi 7,4 persen di tahun 2023 melampaui sasaran nan telah ditetapkan pada Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 ialah 8,7 persen.
Menanggapi permohonan perlindungan itu, Moga Simatupang, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kemendag menuturkan bahwa PP No 28 tahun 2024 nan memang dibuat dengan konsep Omnibus Law, tersebut menggabungkan semua pengaturan termasuk pengamanan unsur adiktif nan di dalamnya mengenai zonasi penjualan dengan radius 200m.
“Kami sudah menerima banyak pengaduan dari beberapa sektor bukan hanya ritel dan beberapa kementerian juga tengah membahas kondisi tersebut. Silakan disampaikan pada Kemenko Perekonomian untuk dibahas lebih lanjut, lantaran ini kan inisiatornya Kemenkes,” kata Moga, dikutip dari rilis nan diterima Tempo, Senin, 30 September 2024.
Pilihan Editor: Terkini: Jokowi Klaim Pemindahan IKN Kehendak Rakyat; KKP Tetap Jalan Terus Ekspor Pasir Laut