TEMPO.CO, Jakarta -Direktur Ekonomi Digital di Center of Economic and Law Studies alias Celios, Nailul Huda menyebut pelaku gambling online tak layak mendapatkan support sosial dari pemerintah. Alasannya, menurut Nailul, secara hukum, gambling merupakan aktivitas nan dilarang oleh negara. Ketika pelaku dengan sadar bermain judi online, kata Nailul, artinya mereka melanggar patokan nan diatur negara. "Mereka tidak bisa disebut korban," kata dia, saat dihubungi Tempo pada Rabu, 9 Juni 2024.
Menurut dia, seseorang bisa disebut korban jika mereka tertipu dengan dalih investasi nan rupanya di baliknya ada praktik gambling online. "Itu bisa jadi disebut korban," tutur Nailul. Pemain gambling menurut Nailul tak bisa dikategorisasi sebagai penerima bansos lantaran kriteria penerima bansos adalah masyarakat nan masuk kategori miskin alias kurang mampu.
Menurutnya, para pemain gambling online ini mempunyai biaya depo slot. Artinya secara keuangan, mereka mempunyai pasokan pendapatan. "Makanya kudu dilihat lagi info kemiskinan nan terbaru. Apakah mereka layak disebut miskin alias miskin ekstrem," tutur dia.
Pemberian bansos kepada pelaku gambling online menurutnya juga bisa menyebabkan anggaran membengkak. Belum lagi, selama ini, pemberian bansos condong tidak tepat sasaran. "Akhirnya bakal merugikan negara dan pembayar pajak," ujar dia.
Nailul mengatakan, akibat pemberian bansos kepada pelaku gambling online, dalam jangka panjang, bakal membentuk karakter sumber daya manusia tidak berkualitas. "Karena mereka melakukan pelanggaran namun mereka mendapatkan bansos," ucap dia.
Peneliti senior Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Etika Karyani, turut merespons adanya satuan tugas pemberantasan gambling online. Menurut dia, keahlian satgas ini kudu efektif dan efisien. Mengoptimalkan pencegahan dan penegakan norma pertaruhan online.
Menurut Etika, strateginya adalah koordinasi antarlembaga dalam negeri dan/atau luar negeri perihal pemberantasan judi. Bahkan Keterlibatan antarlembaga itu termasuk Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), serta Kementerian Agama. Menurut dia, keterlibatan Kemenag untuk menjelaskan bahwa norma gambling adalah haram dan gambling dilarang dalam agama. "Pemerintah perlu melakukan sosialiasi, edukasi, ke masyarakat tentang pencegahan/dampak dari gambling online," kata Etika, nan menolak pemberian bansos kepada pelaku gambling online, melalui WhatsApp, Rabu, 19 Juni 2024.
Iklan
Wacana pemberian support sosial alias Bansos untuk pelaku gambling online awalnya dilempar Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy pada Kamis, 13 Juni 2024. Warganet gempar di media sosial menanggapi buahpikiran tersebut.
Gagasan pemberian Bansos untuk family penjudi online menjadi salah satu materi nan diusulkan Kemenko PMK dalam persiapan pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Perjudian Online. Muhadjir sebagai Menko PMK berkapasitas sebagai Wakil Ketua Satgas Pemberantasan Perjudian Online nan dipimpin Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Hadi Tjahjanto dalam struktur tim ad hoc tersebut.
“Kalau pelaku sudah jelas kudu ditindak secara norma lantaran itu pidana, nah nan saya maksud penerima Bansos itu adalah personil family seperti anak istri/suami," kata Muhadjir menjelaskan pernyataan di Istana setelah Shalat Idul Adha di laman Kantor Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah di Menteng, Jakarta, Senin, 17 Juni 2024.
Rabu lalu, Presiden Joko Widodo alias Jokowi turut menegaskan tidak bakal ada support sosial alias Bansos dari pemerintah untuk pelaku gambling online. “Enggak ada, enggak ada (Bansos untuk pelaku gambling online),” kata Jokowi usai meninjau Program Bantuan Pompa Air, Karanganyar, 19 Juni 2024, dikutip dari keterangan video.
Pilihan editor: Jokowi Tegaskan Tidak Ada Bansos untuk Pelaku Judi Online
IHSAN REIUBUN | DANIEL A. FAJRI