Pembebasan Pajak PBB di Jakarta: Dimulai Ahok, Dinaikkan Anies dan Dijadikan Progresif Heru Budi

Sedang Trending 5 bulan yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Pajak PBB alias Bumi dan Bangunan di Jakarta dengan NJOP namalain Nilai Jual Objek Pajak di bawah Rp2 miliar digratiskan. Pembebasan ini diawali oleh Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada 2016.

Ahok membebaskan PBB bagi rumah dengan NJOP di bawah Rp 1 miliar. Ketika Anies Baswedan menjadi gubernur (2018-2023), NJOP nan bebas pajak dinaikkan menjadi Rp2 miliar.

Penjabat Gubernur Jakarta, Heru Budi Hartono lampau mengubah penggratisan ini hanya untuk objek pajak pertama. Artinya, jika seseorang mempunyai rumah alias tanah berbobot NJOP kurang dari Rp2 miliar lebih dari satu, maka nan cuma-cuma hanya satu.

Keputusan itu dilakukan lantaran jika mempunyai lebih dari satu rumah alias lahan, berfaedah pemiliknya adalah orang mampu. Pemerintah Jakarta memang kehilangan pemasukan lumayan besar atas pembebasan PBB ini.

Sampai 2022, setidaknya ada 1,2 juta gedung rumah penduduk nan NJOP-nya di bawah Rp2 miliar. Dengan demikian, 85 persen gedung milik penduduk di Jakarta tidak terkena PBB.
Dari pembebasan PBB pada 1,2 juta rumah ini, pemasukan kas wilayah berpotensi lenyap Rp2,7 triliun per tahun.

Menurut  Heru Budi Hartono, Peraturan Gubernur Nomor 16 Tahun 2024 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) tidak berakibat terhadap masyarakat bawah. 

"Karena (NJOP) Rp2 miliar ke bawa gratis, pensiunan gratis," kata Heru di Jakarta, Rabu, 19 Juni 2024.

Menurut dia, peraturan nan baru saja ditandatangani sama sekali tidak memberatkan kalangan bawah lantaran mereka tetap tidak dikenakan pajak PBB-P2.

Heru mengatakan bahwa peraturan gubernur tersebut hanya berakibat bagi orang nan sudah mempunyai rumah kedua alias ketiga dan seterusnya sehingga dapat dipastikan penduduk nan mempunyai satu rumah dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Rp2 miliar tetap aman.

"Untuk masyarakat nan bawah itu tidak terkena dampak. Semua terkena setelah ada rumah kedua ketiga dan seterusnya," ujarnya.

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi DKI Jakarta Lusiana Herawati mengatakan bahwa kebijakan insentif pajak tertuang pada Peraturan Gubernur Nomor 16 tahun 2024 diterbitkan sebagai penerapan Peraturan Daerah nomor 1 tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Menurut dia, peraturan tersebut untuk menciptakan keadilan pemungutan PBB-P2 melalui perbaikan formulasi pemberian insentif pajak wilayah nan telah diberikan kepada masyarakat Jakarta pada tahun-tahun sebelumnya sehingga dapat lebih tepat sasaran.

Ia mengatakan bahwa insentif nan dikeluarkan itu unik bagi wajib pajak nan mempunyai kediaman di bawah Rp2 miliar dan andaikan mempunyai lebih dari satu objek pajak, maka pembebasan bakal diterapkan pada NJOP terbesar.

Iklan

"Hal ini mempertimbangkan bahwa kebijakan tahun-tahun sebelumnya adalah dalam rangka pemulihan ekonomi akibat COVID-19," ujarnya.

Lusiana menyebutkan, pada tahun ini, pihaknya memberikan kebijakan berupa pemberian keringanan, pengurangan, dan pembebasan atas pokok pajak dan alias hukuman pajak, serta akomodasi angsuran pembayaran pajak terutang.

Itu semua, kata Lusiana, bermaksud untuk membantu mengurangi beban wajib pajak dalam menunaikan tanggungjawab perpajakan.

Pemprov DKI Jakarta memberikan insentif fiskal wilayah berupa keringanan, pengurangan dan pembebasan, serta kemudahan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) 2024 khususnya terhadap kediaman di bawah Rp2 miliar.

"Pembayaran pajak pada hakikatnya sebagai bentuk gotong royong dalam memulihkan kembali kondisi perekonomian di DKI Jakarta. Oleh lantaran itu, kami mengimbau masyarakat agar dapat memanfaatkan insentif fiskal ini agar wajib pajak dapat terbantu dalam melunasi tanggungjawab perpajakan," katanya.

Isi Aturan Baru PBB Jakarta

Lusiana menambahkan, adapun isi kebijakan PBB-P2 DKI Jakarta pada 2024, ialah ruang lingkup pemberian keringanan, pengurangan dan pembebasan, serta kemudahan pembayaran PBB-P2 2024 meliputi, pembebasan pokok, pengurangan pokok, angsuran pembayaran pokok, keringanan pokok dan pembebasan hukuman administratif.

Selain pembebasan pajak di bawah Rp2 miliar, lanjut Lusiana, terdapat pula pembebasan pokok 50 persen nan diberikan dan kudu dibayar dalam SPPT tahun pajak 2023 sebesar Rp0 dan tidak memenuhi ketentuan untuk diberikan pembebasan 100 persen.

"Ada pula pembebasan nilai tertentu, diberikan untuk kategori PBB-P2 nan kudu dibayar dalam SPPT tahun pajak 2023 lebih dari Rp0. Kenaikan PBB-P2 tahun pajak 2024 lebih dari 25 persen dari PBB-P2 nan kudu dibayar tahun pajak 2023," katanya.

ANTARA

Pilihan Editor Mengaku Milik Kominfo, Ini Dia Elaelo nan Diklaim sebagai Pengganti X

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis