TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Energi DPR periode 2019-2024, Mulyanto, meminta pemerintah tidak menganggap enteng rentetan kecelakaan kerja di area Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Sulawesi Tengah. Apalagi baru-baru ini terjadi dua ledakan hanya dalam rentang lima hari, ialah di PT Dexin Steel Indonesia (DSI) pada Jumat, 25 Oktober 2024 dan di PT Zhongtsing New Energy (ZTEN) pada Rabu, 30 Oktober 2024. Dua kejadian ini dikonfirmasi Media Relations Head PT IMIP Dedy Kurniawan.
Seiring dengan pemerintahan baru di tangan Presiden Prabowo Subianto, Mulyanto mengatakan, pemerintah kudu mengevaluasi secara serius program penghiliran mineral nasional. “Pemerintah jangan memudahkan pemberian izin pengelolaan industri smelter, sebelum memastikan bahwa industri smelter tersebut betul-betul kondusif untuk dikelola,” kata Mulyanto kepada Tempo, Kamis, 31 Oktober 2024.
Mulyanto mengatakan, dua kecelakaan kerja nan terjadi mesti menjadi momentum pembaruan pengelolaan sumber daya mineral di Indonesia. Pembina Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) itu juga meminta pemerintah tidak hanya mengejar setoran investasi. “Keselamatan pekerja adalah perihal nan utama,” kata Mulyanto. “Kan menyedihkan jika sebentar-sebentar terjadi ledakan smelter nan merugikan pekerja alias masyarakat.”
Ketua Serikat Buruh Industri Pertambangan (SBIPE) IMIP, Henry Foord Jebss, mengatakan serangkaian kecelakaan kerja di area IMIP menyisakan trauma bagi pekerja. Terlebih, pernah terjadi ledakan besar di PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) nan menewaskan 21 pekerja pada 24 Desember lalu. Henry mengatakan tidak ada rasa kondusif bagi pekerja dalam bekerja.
“Kami menilai tidak ada itikad baik dari perusahaan maupun negara untuk melindungi pekerja di IMIP,” ujar Henry ketika dihubungi melalui sambungan telepon pada Rabu malam, 30 Oktober 2024.
Henry mengatakan serikat pekerja sudah kerap melayangkan tuntutan kepada perusahaan. Mereka menuntut agar semua perusahaan nan beraksi di IMIP mesti diidentifikasi. Sistem keselamatan dan kesehatan kerja juga mesti ditingkatkan. Namun, menurut dia, tuntutan itu tidak digubris. “Itu nan membikin kami kecewa ke perusahaan dan negara,” kata Henry. “Mereka bicara akibat hilirisasi tapi di sini pekerja menjadi korban hilirisasi. Kami berdarah-darah.”
Pilihan editor: Misbakhun Sebut Negara Bantu Sritex dengan Restrukturisasi: Gak Usah Panik, Negara Hadir Urusi Itu