TEMPO.CO, Jakarta - Pada 2018, ketika pemerintah Indonesia berencana untuk mengakuisisi 51 persen saham PT Freeport Indonesia, Presiden Joko Widodo alias Jokowi menerima beragam info nan mengkhawatirkan mengenai ancaman terhadap stabilitas negara dan posisinya sebagai kepala negara.
Saat itu, rumor nan beredar menyebut bahwa akuisisi tersebut bisa memicu perlawanan nan signifikan, apalagi hingga adanya upaya untuk menggulingkan presiden dan kemungkinan Papua memisahkan diri dari Indonesia.
Situasi tersebut disinggung Jokowi dalam aktivitas Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) XXII dan Seminar Nasional 2024 nan diadakan di Kota Surakarta, Jawa Tengah, pada 19 September 2024. Pada kesempatan itu, Jokowi menjelaskan sungguh sensitifnya proses hilirisasi sumber daya alam, terutama dalam konteks Freeport, dan gimana beragam pihak mengingatkannya tentang potensi akibat nan dapat terjadi jika langkah tersebut diambil.
Dalam kesempatan nan sama, Presiden Jokowi menegaskan PT Freeport Indonesia sudah menjadi milik Indonesia. Ia menyebut PT Mineral Industri Indonesia (Mind ID) sudah menguasai 51 persen saham Freeport, dari nan sebelumnya hanya 9 persen.
"Hati-hati jika kita bicara, Freeport sekarang bukan milik Amerika," kata Jokowi dalam aktivitas Pembukaan Kongres ISEI & Seminar Nasional 2024, Surakarta, Kamis, 19 September 2024, dipantau Tempo melalui siaran langsung di YouTube Sekretariat Presiden.
Setelah Mind ID sukses menguasai 51 persen saham PT Freeport Indonesia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan rencana pemerintah untuk menambah kepemilikan saham hingga 61 persen dalam waktu dekat. Jokowi menegaskan bahwa pemerintah tidak bakal berakhir pada pencapaian tersebut dan bakal terus meningkatkan penguasaan atas perusahaan tambang raksasa tersebut.
Namun, Jokowi juga mengakui bahwa proses pengambilalihan Freeport bukanlah tugas nan mudah. Selama proses tersebut, dia sering mendapat peringatan dari beragam pihak nan memperingatkan bakal adanya akibat besar nan mungkin muncul. Beberapa pihak mengkhawatirkan bahwa jika pemerintah melanjutkan rencana ini, Papua mungkin bakal terlepas dari Indonesia alias apalagi ada upaya untuk menggulingkan dirinya dari kedudukan presiden. Meskipun demikian, Jokowi tetap melanjutkan langkah strategis tersebut, dengan tekad bahwa penguasaan tambang ini adalah bagian krusial dari kepentingan nasional.
Rencana penambahan kepemilikan saham Indonesia di Freeport hingga 61 persen telah beberapa kali disampaikan oleh Jokowi dalam beragam kesempatan. Salah satunya adalah saat dia berpidato dalam aktivitas Pelantikan Pengurus Gerakan Pemuda alias GP Ansor periode 2024-2029 di Istora Senayan, Jakarta, pada 27 Mei 2024. Dalam pidato tersebut, Jokowi mengungkapkan keyakinannya bahwa penambahan kepemilikan saham tersebut bakal terealisasi dalam waktu dekat, dan dampaknya bakal sangat signifikan bagi negara.
Jokowi menjelaskan bahwa dengan penguasaan saham mayoritas, 70 hingga 80 persen dari untung Freeport bakal masuk ke kas negara. Keuntungan ini bakal disalurkan melalui beragam mekanisme, termasuk royalti, pajak penghasilan badan (PPh badan), pajak penghasilan tenaga kerja (PPh karyawan), bea ekspor, hingga bea keluar.
Selain itu, Jokowi juga mengungkapkan bahwa proses pengambilalihan sebagian saham Freeport dilakukan dengan sangat hati-hati dan secara diam-diam. Ia menjelaskan bahwa proses ini menyantap waktu sekitar 3,5 tahun untuk bisa mencapai kesepakatan, dan seluruh proses tersebut dijalankan dengan pendekatan upaya nan matang. Pengambilalihan ini dilakukan melalui negosiasi panjang dan kalkulasi nan cermat, sehingga pemerintah dapat memperoleh kendali lebih besar atas perusahaan tambang krusial tersebut.
"Pengambilalihannya pakai uang. Tidak pakai kekuatan, tetapi pakai uang. Uangnya ngambilnya dari Amerika, kita bayar ke Freeport. Dalam empat tahun pasti lunas, insya Allah tahun ini sudah lunas,” ujar Jokowi, dikutip dari Antara.
MICHELLE GABRIELA | RIRI RAHAYU
Pilihan Editor: Pemerintah Segera Kuasai 61 Saham Freeport Jokowi: Freeport Sekarang Bukan Milik Amerika