Pemilik Warung soal Larangan Jual Rokok Ketengan: Aturan Kok Aneh Gitu..

Sedang Trending 2 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pemilik warung kelontong di bilangan Cikoko Barat, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan, mengeluhkan patokan nan melarang penjual rokok ketengan. Larangan penjualan rokok ketengan tercantum dalam Pasal 434 ayat 1 poin c Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan alias PP Kesehatan. 

Empat pemilik warung kelontong nan ditemui Tempo hari ini pada umumnya mengaku tidak bisa membatasi kemauan pembeli nan hanya bisa beli rokok secara eceran. "Apakah kita kudu melarang, sementara pembeli hanya punya duit pas-pasan?" kata Sugito, pemilik warung kelontong di Cikoko Barat, ketika ditempui pada Senin, 8 Agustus 2024.

Pria berumur 39 tahun ini mengatakan kebanyakan pembeli rokok ketengan adalah pekerja serabutan dan pengemudi ojek online. "Sulit dan tidak masuk logika saja menurut saya."

Kalaupun dilarang, Sugito menilai perihal itu tidak bakal berakibat pada penjualan rokok di warung miliknya. Sebab porsi penjualan rokok didominasi oleh konsumen nan membeli per bungkus. "Rokok ketengan nan saya jual itu tidak signifikan. Sehari itu palingan hanya tiga sampai 5 balut saja (yang terjual)," katanya.

Dalam Pasal 434 PP Kesehatan disebutkan larangan penjualan rokok dalam bungkusan ‘kiddie pack’ alias kurang dari 20 pcs selain bagi produk tembakau berupa cerutu dan rokok elektronik. Aturan turunan dari UU Kesehatan ini juga melarang penjualan rokok satuan nan berada dekat sekolah dan tempat bermain anak.

Sugito menyatakan memang tidak bakal menjual rokok ketengan kepada anak-anak. Namun di beberapa kasus, ada anak-anak nan disuruh bapaknya membeli rokok, baik ketengan maupun per bungkus. "Kalau seperti itu, apakah dilarang juga?" kata dia. 

Sementara itu, Sartini nan mengelola warung kelontong tak jauh dari SMPN 154, Jakarta Selatan, mengaku tidak tahu ada patokan nan melarang penjualan rokok eceran. Meski begitu, sejak sebelum patokan tersebut terbit, Sartini bercerita dirinya tidak pernah menjual rokok kepada pelajar. "Saya dari dulu tidak menjual kepada bocah-bocah, apalagi di jam sekolah," katanya.

Iklan

Dari pengamatan Tempo, di sekitar sekolah nan berlokasi di Kelurahan Pengadegan, Kecamatan Pancoran itu, sedikitnya ada lima warung nan semuanya menjual menjual rokok dan disusun rapi di etalase bagian depan.

Lebih jauh Sartini mengaku bahwa selama ini menjual rokok kepada siapa saja. Kebanyakan, kata dia, para remaja nan membeli rokok di warung miliknya. "Pemerintah jika buat patokan kok asing seperti itu. Ya, siapa nan awasi, gitu lo. Jangan menakut-nakuti kami," ujarnya.

Ia pun menilai patokan tersebut juga diskriminatif dan menyasar warung kelontong skala kecil. "Kita ini berdagang di gang-gang, di kampung padat. Ya gimana lagi jika dilarang orang beli ketengan," kata Sartini. Empat pemilik warung kelontong lainnya nan ditemui Tempo juga menyebut belum ada sosialisasi ihwal patokan larangan menjual rokok ketengan itu.

Adapun frasa larangan menjual rokok satuan nan berada dekat letak bermain anak juga membikin Sartini kebingungan. Warung Sartini berada di sisi jalan mini selebar dua meter. Tak jauh dari situ, terdapat sepetak lahan kosong nan pada sore hari digunakan oleh anak-anak untuk bermain.

"Kalau begitu bunyi aturannya, apakah anak-anak itu saya larang bermain di sini? Atau saya nan kudu berakhir menjual rokok?" kata Sartini.

Pilihan Editor: Larangan Jual Rokok Eceran dalam PP Kesehatan Diprotes Pedagang, Jumlah Perokok Muda Naik Signifikan

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis