Peneliti TI Indonesia: Aspek Antikorupsi dalam Korporasi Tambang Masih Lemah

Sedang Trending 4 bulan yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Transparency International Indonesia membikin penilaian terhadap 121 perusahaan tambang nan beraksi di Indonesia. Penilaian dengan menggunakan metode Transparency in Corporate Reporting alias Trac. Penelitian ini digunakan untuk mengevaluasi dan menilai sejauh mana perusahaan terbuka dalam pelaporan perihal kebijakan antikorupsi dan komitmen terhadap kepatuhan hukum.

Peneliti Transparency International Indonesia, Gita Ayu Atikah, mengatakan pemanfaatan sumber daya alam oleh korporasi semestinya dijalankan dengan memperhatikan aspek-aspek antikorupsi, sosial, dan HAM agar tidak menimbulkan akibat negatif jangka panjang.

"Tidak maksimalnya pendapatan negara di sektor tambang disebabkan beragam kasus korupsi. Belum lagi akibat sosial dan musibah ekologis nan menyertainya,” kata Gita dalam keterangan tertulis, Senin, 1 Juli 2024.

Dalam penelitian itu, Gita menyimpulkan bahwa perusahaan tambang tidak mempunyai kebijakan nan memadai dari aspek antikorupsi, sosial, dan kewenangan asasi manusia (HAM). Sehingga susah mengelak dari pertanggungjawaban pidana korporasi. Di sisi lain, kata Gita, upaya penegakan norma terhadap kejahatan korupsi dan lingkungan di sektor sumber daya alam tak selalu membuahkan putusan setara bagi publik dan lingkungan hidup.

"Belum lagi eksekusi putusan dalam beragam kasus nan mengenai kerugian negara dan lingkungan mengalami banyak tantangan dan hambatan," ujar dia. Gita menjelaskan, ada dua aspek besar nan dinilai oleh organisasi itu dalam penelitian tersebut, ialah aspek antikorupsi (lima dimensi) dan aspek sosial dan HAM (4 dimensi). Dalam temuannya terungkap bahwa Skor TRAC untuk Aspek Antikorupsi dari 121 perusahaan tambang di Indonesia hanya sebesar 0,30 dari skor maksimal 10.

Menurut dia, skor itu menandakan kebanyakan perusahaan tambang berada pada kategori skor sangat rendah dalam mengungkapkan kebijakan dan program antikorupsi perusahaan. Tak berbeda jauh dengan aspek sosial dan HAM nan hanya memperoleh skor 0,32 dari skor maksimal 10. Skor ini mengindikasikan bahwa rata-rata perolehan skor dari 121 perusahaan tambang di Indonesia berada pada kategori skor sangat rendah dalam menjalankan praktik upaya nan berintegritas dan ramah lingkungan.

Iklan

Atas hasil penilitian itu, Gita mengatakan Transparency International Indonesia merekomendasikan agar pemerintah perlu menyediakan izin dan prosedur untuk mewajibkan komitmen antikorupsi perusahaan tambang secara komprehensif. Serta melakukan pengawasan dan penegakan norma nan efektif.

Menurut dia, izin dan prosedur untuk mewajibkan komitmen antikorupsi itu bermaksud agar setiap perusahaan diberikan izin pertambangan memenuhi prinsip-prinsip nan bisa mencegah terjadinya praktik korupsi dan pelanggaran. Gita mengatakan, perusahaan perlu memastikan adanya kebijakan antikorupsi  yang esensial untuk memitigasi pelanggaran serta melindungi masyarakat dari akibat sosial dan kerusakan lingkungan.

Gita menjelaskan sektor pertambangan telah menjadi primadona sejak dulu dalam upaya menggenjot pertumbuhan ekonomi. Kekayaan alam dengan beragam jenis mineral dan tambang ini semestinya menjadi kelebihan untuk membawa Indonesia menjadi negara maju.

Namun dia menilai, upaya itu mengalami hambatan. Praktik state captured dalam perumusan kebijakan sektor pertambangan hingga beragam kasus korupsi, kata Gita, membuktikan lemahnya aspek-aspek antikorupsi dalam korporasi tambang.

Pilihan Editor: PT Freeport Indonesia Buka Lowongan Kerja untuk Central Services - Designer, Dibuka hingga 6 Juli Mendatang

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis