TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, menduga pergantian jejeran dewan PT Pertamina (Persero) bukan kehendak Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, perubahan kepala utama serta komisaris utama di perusahaan itu dilakukan pihak lain nan mempunyai kekuatan kuat untuk mengubah posisi itu.
"Saya tidak percaya itu kehendaknya Prabowo. Saya menduga, bahwa ini ada pihak lain nan berkuasa orang-orang di Badan Usaha Milik Negara (BUMN)," ujar Fahmy saat dihubungi Tempo pada Selasa, 4 November 2024.
Dia mengatakan, pergantian posisi kepala utama dan komisaris utama hanya bermaksud untuk memberikan kesenangan terhadap Presiden Prabowo. Padahal, lanjut Fahmy, perihal tersebut justru bertentangan dengan komitmen Prabowo memberantas kasus korupsi. "Yang tujuannya adalah menyenangkan presiden. Sebab jika Prabowo nan menempatkan ini jelas bertentangan dengan komitmen nan selama ini digembor-gemborkan gitu," ucap dia.
Lebih lanjut, dia menjelaskan, perihal tersebut baru hipotesisnya soal perubahan dewan Pertamina dengan diisi para Petinggi Partai Gerindra. Meskipun begitu, Fahmy tetap merasa percaya perubahan posisi itu bukan atas kehendak Presiden Prabowo. "Maka kemudian dari situ muncul dugaan, asumsi itu bukan kehendaknya Prabowo tetapi ada pihak lain terutama menteri BUMN nan berkuasa mengangkat," tutur Fahmy.
Menurut dia, jika pergantian posisi kepala utama dan komisaris utama Pertamina atas kehendak Prabowo, maka perihal tersebut menimbulkan bentrok besar di masyarakat. Sebab, kata Fahmy, ketika pengangkatan dewan itu, Prabowo mempunyai kesadaran tinggi jika pergantian dua posisi itu ditempati para petinggi Partai Gerindra. "Karena Pak Prabowo, dia sadar betul gitu ya dengan menempatkan orangnya di BUMN nan sangat besar, ya itu bakal menimbulkan moral hazard nan itu pertentangan dengan komitmennya Prabowo," tutur dia.
Artikel ini terbit di bawah titel Pengamat Ekonom UGM Duga Pergantian Direksi Pertamina Bukan Kehendak Prabowo