TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Instutute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono mengatakan pemerintah perlu terobosan baru untuk memenuhi kebutuhan rumah rakyat. Namun, terobosan ini bukan melalui kebijakan memotong penghasilan pekerja swasta untuk Tabungan Perumahan Rakyat alias Tapera.
Yusuf menjelaskan, backlog alias kesenjangan antara kebutuhan dan pasokann rumah di Indonesia saat ini mencapai 18 persen. Dengan jumlah rumah tangga sekitar 67 juta, backlog itu setara kurang lebih 12,7 juta keluarga.
“Pemerintah sebaiknya membatalkan kebijakan potongan penghasilan pekerja untuk Tapera dan konsentrasi pada upaya memenuhi kebutuhan rumah 18 persen family Indonesia menuju zero backlog,” ujar Yusuf kepada Tempo, Rabu, 29 Mei 2024.
Untuk menghapus backlog 12,7 juta pada 2045 dengan tambahan permintaan rumah sekitar 750 ribu unit per tahun, Yusuf mengatakan, perlu pasokan rumah rakyat sekitar 1,3 juta unit per tahun. Sementara, pasokan rumah rakyat saat ini hanya sekitar 250 ribu unit per tahun. “Makanya, kita butuh perubahan esensial untuk pembangunan perumahan rakyat,” kata dia.
Yusuf lantas mengusulkan sejumlah kebijakan. Pertama, mengembalikan Kementerian Perumahan Rakyat. Pasalnya, menurut dia, pembangunan perumahan rakyat condong terabaikan sejak penggabungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). “Kalah dengan gemuruh pembangunan infrastruktur di era Presiden Jokowi,” ucapnya. Alokasi anggaran untuk pembangunan perumahan rakyat juga selalu minimalis.
Kedua, komitmen menyediakan tanah dan menghapus biaya tinggi dalam pembangunan rumah rakyat. Ketiga, komitmen untuk meminimalkan biaya produksi dan nilai jual rumah rakyat nan diikuti komitmen meningkatkan daya beli masyarakat. “Kebijakan subsidi, pembebasan PPN, hingga kemudahan akses pembiayaan perbankan menjadi krusial,” tuturnya.
Selanjutnya: Keempat, menurut Yusuf, pemerintah perlu merevitalisasi badan upaya milik negara (BUMN)....
- 1
- 2
- Selanjutnya