Pertambangan Nikel di Halmahera Dinilai Overproduksi dan Melampaui Daya Dukung Lingkungan

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

TEMPO.CO, Jakarta -Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) mendesak pemerintah untuk melakukan moratorium dan pertimbangan atas izin tambang nikel di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Ake Kobe. Menurut AEER, kerusakan DAS Kobe diduga lantaran tingginya produksi nikel di wilayah itu. Sedangkan daya dukung lingkungan di Halmahera Tengah tidak bisa menopang aktivitas tambang nan sangat masif.

Selain mencemari sumber air utama nan selama ini dimanfaatkan penduduk Kecamatan Weda, sekarang sungai Kobe juga menjadi ancaman ketika hujan lebat. "Kalau hujan, pasti itu sungai meluap, bulan lampau empat desa terendam banjir cukup lama, tidak pernah sebelumnya seperti ini," kata Supriyadi Sudirman, aktivis Safe Halmahera nan datang sebagai pembicara saat obrolan berbareng AEER di Jakarta, Rabu, 28 Agustus 2024.

Supriyadi mengaku terakhir kali menyaksikan sungai Kobe berair bening pada Agustus tahun 2023. Kini setelah setahun berlalu, sungai Kobe selalu berair kuning kecoklatan pekat, setiap hari. "Biasanya keruh jika hujan saja, tapi sekarang, mau panas, mau hujan, tetap keruh," katanya.

Koordinator AEER Pius Ginting mengatakan aktivitas tambang nikel sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan lingkungan Halmahera Tengah. Hampir separuh dari luas wilayah itu sekarang berada dalam konsesi tambang. Wilayah konsesi itu juga meliputi lebih dari 299 DAS dan sub-DAS nan berkedudukan krusial dan mempengaruhi bentang alam Halmahera Tengah.

Pencemaran dan kerusakan DAS nan dipicu pertambangan nikel, kata Pius, tidak hanya terjadi pada sungai Kobe, tetapi juga di Pulau Yoi nan terletak di tenggara Pulau Halmahera. Selain itu pemanfaatan berlebihan oleh perusahaan nikel sekarang membikin sejumlah sungai utama nan bermuara ke Laut Halmahera sudah tercemar. 

Iklan

Menurut Pius, pembatasan produksi nikel mendesak dilakukan. Saat ini, kata Pius, kondisi daya dukung lingkungan di Halmahera Tengah sudah tidak sebanding dengan akibat dari aktivitas tambang. "Sudah saatnya produksi nikel di Halmahera dibatasi agar seimbang dengan daya dukung lingkungan dan daya tampungnya," kata Pius dalam obrolan nan sama.

Berdasarkan riset nan dilakukan AEER, saat ini ada 82 ribu hektar DAS nan kudu dipulihkan. Sebagian besar DAS tersebut berada di wilayah Kecamatan Weda Utara dan Weda Timur. Pius mengatakan kerusakan DAS tidak bisa dibiarkan makin meluas. Saat ini, kata dia, ada 27 konsesi tambang nan menakut-nakuti 29 DAS di Halmahera Tengah dengan total luas konsesi mencapai 102,5 ribu hektar.

Keberadaan konsesi tambang nikel di wilayah DAS bakal menjadi peledak waktu bagi ribuan masyarakat Halmahera Tengah. Mengacu arsip kajian akibat musibah Maluku Utara tahun 2021-2026, Pius menjelaskan potensi luasan banjir di Kabupaten Halmahera Tengah mencapai 16.290 hektar dan termasuk dalam akibat tinggi. "Wilayah nan terancam banjir bandang ialah seluas 8.166 hektar," katanya.

Pilihan editor: PUPR: Akses Air Minum Layak di Indonesia belum 100 Persen Terpenuhi

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis