PMI Manufaktur RI Kontraksi 3 Bulan Beruntun, Menperin: Karena Banjir Impor

Sedang Trending 4 hari yang lalu
ARTICLE AD BOX

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perindustrian alias Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita buka bunyi ihwal keahlian Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia September 2024 nan kembali mencatatkan kontraksi, ialah di nomor 49,2. Kontraksi ini merupakan ketiga kalinya secara beruntun sejak Juli di nomor 49,3 dan Agustus di nomor 48,9.

Agus Gumiwang mengatakan, lesunya keahlian PMI disebabkan antara lain pasar Indonesia nan tetap dibanjiri produk impor. Menurut dia, permintaan dalam negeri telah memadai. Namun, perihal ini tak sebanding dengan pasokan peralatan nan kebanyakan dari luar negeri.

“Karenanya, kebijakan-kebijakan untuk mengendalikan masuknya peralatan ke Indonesia banget diperlukan,” ucap Agus Gumiwang dalam keterangan tertulis, Selasa, 1 Oktober 2024.

Agar bisa kembali ekspansif, Agus Gumiwang mengatakan sektor industri memerlukan support izin nan tepat dari beragam kementerian/lembaga. Kebijakan-kebijakan nan dia maksud ialah revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024.

Selain itu, Agus Gumiwang mengatakan pemerintah perlu mendorong Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Gas Bumi untuk Kebutuhan Domestik, dan Peraturan Menteri Keuangan mengenai Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) ubin keramik impor, dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) kain impor.

Ambang pemisah pertumbuhan PMI manufaktur adalah 50, di bawah itu tergolong level kontraksi. Direktur Ekonomi S&P Global Market Intelligence, Paul Smith, mengatakan keahlian perekonomian sektor manufaktur Indonesia nan mengecewakan berangkaian dengan kondisi makro ekonomi dunia nan sedang lesu pada September.

“Dengan penurunan tercepat pada penjualan eksternal dalam waktu nyaris dua tahun,” ujarnya dalam rilis buletin nan dibagikan Selasa, 1 Oktober 2024.

Iklan

Data S&P memaparkan penurunan lebih lanjut pada output dan permintaan baru kembali terjadi pada bulan ini. Inventaris penyimpanan jadi sedikit naik, sementara perusahaan mengurangi aktivitas pembelian mereka menanggapi permintaan pasar nan turun. Akan tetapi, pertumbuhan lapangan kerja dan kepercayaan diri tentang masa depan tercatat membaik ke posisi tertinggi dalam tujuh bulan.

Selain itu, kondisi permintaan pasar tetap lamban dan aktivitas pengguna secara umum lebih rendah dibandingkan sebelumnya pada tahun ini. Permintaan manufaktur dunia nan turun membebani penjualan eksternal. “Data terkini menunjukkan bahwa ekspor baru turun tajam sejak bulan November 2022 dan selama tujuh bulan berturut-turut,” demikian ditulis dalam rilis S&P.

Faktor nilai tukar nan jelek dan kenaikan nilai bahan baku menyebabkan kenaikan biaya input pada bulan September. Tingkat inflasi tercatat tetap cukup tinggi, meski sekarang berkurang hingga level terendah selama setahun. Sedikit pengurangan sempat menurunkan tekanan terhadap perusahaan untuk meningkatkan biaya. Sebaliknya, menanggapi kondisi pasar nan lesu, perusahaan secara umum sedikit menurunkan nilai output untuk pertama kali sejak bulan Juni 2023.

Meski demikian, perusahaan manufaktur mencatat kenaikan mini pada lapangan kerja untuk pertama kali dalam tiga bulan. Sebagian perihal ini berangkaian dengan kepercayaan diri nan meningkat, dengan perusahaan dilaporkan sangat mengharapkan keadaan pengoperasian pabrik lebih stabil.

Ilona Estherina berkontribusi dalam penulisan tulisan ini.

Pilihan Editor: Bahlil Sebut Pemerintah Dorong Pengurangan Emisi Industri Lewat Pemanfaatan EBT untuk Smelter

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis