Poin Penting PP Kesehatan: Larangan Diskon Susu Formula hingga Rokok Eceran

Sedang Trending 2 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo alias Jokowi resmi menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan). PP nan diterbitkan pada Jumat, 26 Juli 2024 itu menggantikan 26 PP dan 5 Peraturan Presiden (Perpres). 

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, pengesahan PP Kesehatan nan ditetapkan di Jakarta tersebut terdiri dari 1.072 pasal, meliputi teknis penyelenggaraan upaya kesehatan, pelayanan kesehatan, pengelolaan tenaga medis dan tenaga kesehatan, akomodasi pelayanan kesehatan, serta perbekalan kesehatan dan ketahanan kefarmasian perangkat kesehatan. 

“Kami menyambut baik terbitnya peraturan ini nan menjadi referensi kita untuk mereformasi dan membangun sistem kesehatan sampai ke pelosok negeri,” kata Budi dalam keterangannya di Jakarta, Senin, 29 Juli 2024. 

Dalam PP Kesehatan tersebut, terdapat beberapa poin krusial nan menjadi perhatian, di antaranya: 

Kewajiban Pemberian ASI Sejak Bayi Lahir

Pasal 24 dalam PP Kesehatan tersebut menyebut bahwa setiap bayi berkuasa mendapatkan air susu ibu (ASI) eksklusif sejak dilahirkan hingga enam bulan, selain atas indikasi medis. Pemberian ASI dilanjutkan hingga usia dua tahun dengan disertai pemberian makanan pendamping alias MPASI. 

“Selain atas dasar indikasi medis, pemberian ASI eksklusif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan untuk kondisi ibu tidak ada alias terpisah dari bayi,” seperti dikutip dari Pasal 24 ayat (3). 

Donor ASI

Kemudian, Pasal 27 mengatur pemberian ASI dari donor nan dapat dilakukan dengan beberapa persyaratan, seperti permintaan ibu kandung alias keluarga; identitas, agama, dan alamat pendonor diketahui dengan jelas; serta ASI dari donor tidak diperjualbelikan. 

“Pemberian ASI dari donor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib dilaksanakan berasas norma kepercayaan serta mempertimbangkan aspek sosial budaya, kualitas, dan keamanan,” bunyi Pasal 27 ayat (3). 

Larangan Diskon Produk Susu Formula

Sementara itu, produsen alias pemasok susu formula dilarang melakukan aktivitas nan dapat menghalang pemberian ASI eksklusif, seperti pemberian contoh produk secara cuma-cuma; promosi secara langsung ke rumah; pemberian potongan nilai alias diskon; hingga dilarang menggunakan tenaga medis, tenaga kesehatan, kader kesehatan, tokoh masyarakat, dan pemengaruh (influencer) untuk memberikan info mengenai susu formula. 

“Pengiklanan susu formula bayi dan/atau produk pengganti ASI lainnya dan susu formula lanjutan nan dimuat di media massa, baik cetak maupun elektronik, media luar ruangan, dan media sosial,” bunyi Pasal 33 huruf e. 

Aborsi Bersyarat

Selanjutnya, Pasal 116 PP Kesehatan Nomor 28 Tahun 2024 mengatur larangan aborsi, selain atas indikasi kedaruratan medis alias terhadap korban tindak pidana perkosaan maupun kekerasan seksual lain nan mengakibatkan kehamilan. 

Adapun indikasi kedaruratan medis nan dimaksud meliputi kehamilan nan menakut-nakuti nyawa dan kesehatan ibu alias kondisi kesehatan janin nan abnormal bawaan dan tidak dapat diperbaiki, sehingga tidak memungkinkan untuk hidup di luar kandungan. 

Iklan

“Pelayanan aborsi nan diperbolehkan hanya dapat dilakukan pada akomodasi pelayanan kesehatan tingkat lanjut (FKTP) nan memenuhi sumber daya kesehatan sesuai dengan standar nan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan,” tulis Pasal 119 ayat (1). 

Anak Hasil Korban Perkosaan Dipelihara Negara

Apabila ibu korban tindak pidana perkosaan dan/atau kekerasan seksual lain memutuskan untuk membatalkan kemauan melakukan aborsi, maka anak nan dilahirkan berkuasa diasuh oleh ibu alias keluarganya. 

“Dalam perihal ibu dan/atau family tidak dapat melakukan pengasuhan, anak dapat diasuh oleh lembaga didikan anak alias menjadi anak nan dipelihara negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” bunyi Pasal 124 ayat (3). 

Larangan Penjualan Rokok Eceran

Pada Bagian ke-21 tentang Pengamanan Zat Adiktif Pasal 434 ayat (1), disebutkan bahwa setiap orang dilarang menjual produk tembakau secara satuan per batang, selain cerutu dan rokok elektronik. Produk tembakau nan dimaksud terdiri dari rokok, rokok daun, tembakau iris, tembakau padat dan cair, serta hasil pengolahan tembakau lainnya. 

Selain itu, setiap orang juga dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik menggunakan mesin layan diri, kepada setiap orang di bawah usia 21 tahun dan wanita hamil, serta dalam radius 200 meter dari sekolah dan tempat bermain anak. Kemudian, penjualan dengan menempatkan produk tembakau dan rokok elektronik pada area sekitar pintu masuk dan keluar pada tempat nan sering dilewati juga dilarang. 

“Setiap orang dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik: f. menggunakan jasa situs web alias aplikasi elektronik komersial dan media sosial,” tulis Pasal 434 ayat (1) huruf f. 

Rokok Tak Boleh Pakai Keterangan “Light” dkk

Berikutnya, Pasal 441 ayat (2) mengatur larangan mencantumkan keterangan “light, ultra light, low tar, slim, mild, extra mild, special, premium, full flavour” alias kata lain nan menunjukkan kualitas, rasa aman, superioritas, pencitraan, kepribadian, alias kata dengan makna nan sama pada produk tembakau. 

“Setiap orang nan memproduksi dan/atau mengimpor produk tembakau dilarang mencantumkan: a. keterangan alias tanda apa pun nan menyesatkan alias kata nan berkarakter promotif,” bunyi Pasal 441 ayat (2) huruf a. 

MELYNDA DWI PUSPITA 

Pilihan Editor: Edisi Khusus 10 Tahun Jokowi: Pekerja Celaka lantaran UU Cipta Kerja

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis