Polemik Izin Tambang untuk Ormas Keagamaan, Dosen Non-PNS Ini Gugat UU MInerba ke MK

Sedang Trending 5 bulan yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Seorang advokat dan pengajar non-PNS, Rega Felix, menggugat Undang-Undang Mineral dan Batu Bara alias UU Minerba ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hal ini buntut kebijakan pemerintah memberikan izin upaya pertambangan unik (IUPK) ke organisasi kemasyarakatan alias ormas keagamaan.

Rega Felix menggugat atas nama perseorongan. Surat permohonan tersebut dia layangkan ke MK pada hari ini, Senin, 10 Juni 2024.

Rega Felix  mengajukan Permohonan pengetesan Pasal I nomor 4 nan memuat perubahan Pasal 6 ayat (1) huruf j dan Pasal I nomor 26 nan memuat perubahan Pasal 35 ayat (1) UU Minerba terhadap UUD 1945. Adapun pasal 6 ayat (1) huruf j UU Minerba nan berbunyi: "Pemerintah Pusat dalam pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara, berwenang: j. melaksanakan penawaran WIUPK secara prioritas". 

“Kata ‘prioritas; dalam pasal tersebut berkarakter multitafsir dan Pasal 35 ayat (1) UU Minerba memberikan diskresi terlalu luas kepada pemerintah. Sehingga kemudian, kata ‘prioritas’ dimaknai diberikan berasas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)” kata Rega Felix dalam keterangan tertulis nan diterima Tempo, Senin, 10 Juni 2024.

Rega Felix mengatakan pemberian jatah tambang kepada ormas keagamaan secara prioritas sangat berbahaya. Sebab, pemerintah sudah diberi kewenangan luas untuk membubarkan prmas. Ketika pemerintah juga diberi diskresi untuk membagi jaha tambang secara prioritas kepada ormas keagamaan, kata Rega Felix, terkesan penguasa terlalu berkuasa atas ormas keagamaan.

“Ini sangat rawan lantaran dapat menciptakan kecemburuan sosial nan pada ujungnya dapat menjadi sektarianisme (kebencian alias diskriminasi akibat perbedaan di suatu kelompok)” kata dia.

Menurut Rega Felix, affirmative action (tindakan afirmatif) sebaiknya tidak dilakukan berbasis SARA. Namun, sebaiknya diberikan kepada pihak nan secara nyata terdiskriminasi, tidak menyebabkan corak diskriminasi lainnya, dan berkarakter sementara. 

“Dalam konteks pembagian jatah tambang, kita kudu kaji apakah ormas keagamaan selama ini terdiskriminasi sehingga memerlukan affirmative action,” kata Rega Felix.  “Lalu apakah kebijakan pemberian izin tambang justru menciptakan diskriminasi baru lantaran hanya seperti menukar tuan tanah saja?”

Selain itu, lanjut Rega Fellix, affirmative action juga hanya berkarakter sementara lantaran hanya untuk mencapai keadilan, bukan justru memperlebar jarak ketidaksetaraan. Dengan kondisi beragamnya keahlian ormas keagamaan saat ini, pembagian izin upaya tambang justru memperlebar jarak ketidaksetaraan. 

Oleh lantaran itu,  Rega Felix memohonkan petitum agar Pasal 6 ayat (1) huruf j dan Pasal 35 ayat (1) UU Minerba dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai tanpa didasari kepada pertimbangan berasas suku, agama, ras, dan antargolongan. Menurutnya p emberian secara prioritas dapat dilakukan kepada badan upaya milik negara/daerah (BUMN/D), sehingga, sesuai dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. 

Rega Felix mengatakan, perihal tersebut bermaksud untuk menghindari kecemburuan sosial nan didasari sentimen keagamaan. Jika diberikan kepada BUMN/D, perihal terpenting adalah masyarakat dapat melakukan pengawasan secara ketat.

“Ormas keagamaan sebagai komponen masyarakat juga perlu melakukan pengawasan agar hasil tambang nan dikelola BUMN/D digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, termasuk ormas keagamaan,” katanya.

Sebelumnya Presiden Jokowi menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Aturan itu mengizinkan ormas keagamaan untuk mengelola izin upaya tambang di dalam negeri.

Kebijakan itu nan kemudian menimbulkan kontroversi lantaran adanya kekhawatiran soal keahlian ormas untuk mengelola upaya pertambangan secara efektif. Akibatnya, pengelolaan tambang tersebut dikhawatirkan malah bakal menimbulkan bentrok sosial dan kerusakan lingkungan nan kian besar.

Sejumlah pihak apalagi menilai pemberian kewenangan pengelolaan tambang ini hanya upaya pemerintah membagi-bagikan “kue” upaya kepada ormas keagamaan.

Pilihan Editor: Muhammadiyah Sebut Izin Tambang untuk Ormas Keagamaan Langgar UU Administrasi Pemerintahan

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis