TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Komunikasi Korporat PT Danone Indonesia, Arief Mujahidin, berambisi pemerintah dapat mempertimbangkan kembali soal pajak pertambahan nilai alias PPN 12 persen. Bila mau kondisi perekonomian Indonesia tumbuh, menurut dia, semestinya tidak ada kebijakan nan dapat menghalang pertumbuhan tersebut.
"Mudah-mudahan dengan tadi mau ekonomi tumbuh, tidak ada kebijakan apa pun nan akhirnya bisa mengambat. Mengambat dalam konteks itu lagi bisa mengurangi daya beli," ujar Arief saat ditemui usai aktivitas CEO Insight di hotel The Langham, di area Senayan, Jakarta Pusat pada Selasa, 26 Oktober 2024.
Menurut dia, adanya wacana mengenai kenaikan PPN 12 persen belum diketahui secara pasti bakal mengurangi daya beli masyarakat alias tidak. Arief mengharapkan agar pemerintah dapat mengkaji lebih mendalam mengenai kebijakan itu dengan akibat nan bakal terjadi pada perekonomian Indonesia.
"Kita (PT Danone Indonesia) enggak tahu apakah 12 persen itu bisa mengurangi (daya beli) alias enggak, pemerintah nan kudu nan mengkaji," ucap dia.
Adanya kenaikan PPN 12 persen, Arief mengatakan dalam perspektif pandang industri air minum dalam bungkusan (AMDK) serta Fast Moving Consumer Goods (FMGC), kenaikan tersebut memerlukan pertimbangan dalam perihal daya beli masyarakat. "Itu kan perlu aksesibel dan kudu sesuai dengan daya beli masyarakat," kata Arief.
Dia mengharapkan kenaikan PPN 12 persen tidak bakal menggangu daya beli masyarakat. Sebab, menurutnya, tidak hanya perusahaannya nan terdampak, namun industri lainnya turut terdampak dari adanya kenaikan tersebut.
"Yang jelas nan kami berambisi bahwa daya beli masyarakat tidak terganggu. Kalau daya beli terganggu, ya pasti bukan cuman industri makanan minuman saja," tutur dia.
Adapun kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen direncanakan bertindak per 1 Januari 2025. Tak sedikit pihak nan memperkirakan nilai peralatan dan jasa bakal naik akibat penerapan kebijakan itu, lantaran bisanya produsen dan penjual bakal membebankan pajak ke konsumen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya mengatakan kenaikan PPN ini bakal tetap melangkah sesuai mandat Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Menurut dia, penyusunan kebijakan perpajakan dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi di beragam sektor.
"Artinya, ketika kami membikin kebijakan mengenai perpajakan, termasuk PPN ini, bukannya dilakukan dengan membabi buta dan seolah tidak punya afirmasi alias perhatian terhadap sektor lain, seperti kesehatan dan apalagi waktu itu termasuk makanan pokok," kata Sri Mulyani saat rapat kerja berbareng Komisi XI DPR RI, Kamis, 14 November 2024.