TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, mengkritik ambisi Presiden Prabowo Subianto mengejar sasaran swasembada pangan melalui program cetak sawah alias lumbung pangan (food estate). Menurut dia, lahan-lahan pertanian baru nan dicetak pemerintah antara lain di Merauke, Papua itu tak bisa langsung sukses dalam sekali panen.
Khudori mengatakan, pekerjaan bentuk membuka lahan-lahan baru mudah dilaksanakan. Pemerintah tinggal mengerahkan tenaga kerja dan eskavator untuk membabat hutan. nan susah adalah memastikan lahan-lahan baru itu bisa produktif dan berkelanjutan, tidak ada gangguan hama, penyakit, hingga bentrok dengan masyarakat.
"Itu enggak mudah dan pasti buka dari lahan bukaan baru itu tidak kayak simsalabim, sekali tanam bakal bisa berhasil," ucap lulusan Fakultas Pertanian Universitas Jember saat dihubungi Tempo, Rabu, 23 Oktober 2024.
Untuk bisa membuahkan hasil, Khudori mengatakan food estate memerlukan acapkali percobaan hingga lima alias enam musim tanam. Artinya, dengan dugaan setahun ada dua kali musim tanaman, food estate memerlukan waktu sedikitnya tiga hingga empat tahun sampai panen berhasil.
Dikutip dari Koran Tempo edisi 30 Agustus 2024 Presiden Prabowo Subianto menjadikan program lumbung pangan sebagai prioritas. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2025, pemerintah menyisihkan Rp 124,4 triliun untuk ketahanan pangan. Di antaranya untuk mendirikan lumbung padi seluas 435 ribu hektare dan jagung 250 ribu hektare.
Pada kepemimpinan Jokowi, program cetak sawah dimulai di masa pandemi dengan dalih mengatasi paceklik pangan. Namun proyek tersebut mengalami kandas panen dan mangkrak.
Iklan
Tim Pantau Gambut menemukan bahwa sebagian lahan food estate di Kalimantan Tengah sekarang sudah menjadi semak belukar dan bertumpang tindih dengan area perkebunan sawit milik swasta. Situasi itu digambarkan secara komplit dalam hasil studi berjudul ‘Swanelangsa Pangan di Lumbung Nasional: Catatan Proyek Food Estate Kalimantan Tengah Setelah Tiga Tahun Berlalu.’
Manajer Kampanye dan Advokasi Pantau Gambut, Wahyu Perdana, mengatakan ekstensifikasi food estate bertolak belakang dengan komitmen emisi bersih (net zero emission) nan sering digaungkan pemerintah Jokowi. Buktinya, program tersebut dilaksanakan di areal jejak pengembangan lahan gambut (PLG) sejuta hektare peninggalan Presiden Soeharto.
"Bekas proyek telah menjelma sebagai ‘bom karbon’, ditunjukkan lewat kebakaran rimba dan lahan (karhutla) periode 1997–1998 dan 2015," ucap Wahyu melalui pesan tertulis, Jumat, 18 Oktober 2024.
Pilihan Editor: Prabowo Janji Hilangkan Kemiskinan, Ekonom: Jangan Mengandalkan Bansos