TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS), Yusuf Wibisono, memprediksi presiden terpilih Prabowo Subianto bakal mengurangi anggaran infrastruktur, subsidi, dan support sosial alias bansos. Realokasi anggaran itu merupakan akibat bakal adanya proyek mercusuar Ibu Kota Nusantara (IKN) dan program populis makan bergizi gratis.
“Jika tidak demikian, defisit anggaran berpotensi melebar mendekati pemisah 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB),” ujar Yusuf saat dihubungi melalui aplikasi perpesanan, dikutip Selasa, 25 Juni 2024.
Yusuf menjelaskan pelanjutan proyek IKN dan penambahan program makan bergizi cuma-cuma dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 telah meningkatkan defisit anggaran hingga kisaran 2,8 persendari PDB. Hal ini, kata dia, beresiko bagi keberlanjutan fiskal nan baru saja pulih pasca-pandemi.
Ada dua argumen jika pemerintah berkeras melanjutkan proyek warisan Jokowi sekaligus menjalankan janji politik Prabowo bakal berimplikasi pada pemotongan anggaran infrastruktur, subsidi, dan bansos. Alasan itu ialah sulitnya meningkatkan rasio pajak (tax ratio) dan penambahan defisit anggaran.
Yusuf menuturkan kenaikan ruang fiskal dari rasio pajak tetap susah direalisasikan, berkaca dari perolehan dua tahun ke belakang. Rasio pajak pada 2022 mencapai 10,4 persen, tapi pada 2023 justru turun menjadi 10,2 persen. Pada tahun ini, dia memperkirakan rasio pajak tetap di kisaran 10,0 hingga 10,2 persen dari PDB. “Tax ratio 2025 diperkirakan tetap di kisaran 10,2 persen dari PDB,” kata dia.
Iklan
Selain itu, dia menilai kenaikan ruang fiskal dengan menambah defisit anggaran dan utang pemerintah adalah pilihan nan beresiko dan rentan bakal mendapat resistensi dari publik. Sebab, defisit anggaran nan mendekati 3 persen dari PDB bakal menurunkan kredibilitas fiskal dan meningkatkan biaya utang pada masa mendatang.
Tak hanya itu, dia menyebut stok utang pemerintah juga tetap tinggi sehingg perlu terus diturunkan menuju pemisah nan aman. Secara absolut, kata dia, utang pemerintah terus meningkat dari Rp 7.734 triliun pada akhir 2022 menjadi Rp 8.145 triliun pada akhir 2023. Kini pada April 2024 telah menembus Rp 8.338 triliun.
Ia mengatakan peningkatan utang pemerintah juga beresiko tinggi lantaran beban utang pada finansial negara telah berada pada tingkat nan sangat memberatkan. Pada 2005-2014, di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY, beban kembang utang dan angsuran pokok utang nan jatuh tempo rata-rata mencapai 32,9 persen dari penerimaan perpajakan setiap tahunnya. Pada 2015-2022, di era Presiden Jokowi, nomor ini melonjak menjadi 47,4 persen.
Pilihan Editor: Terkini Bisnis: Pemeriksaan Keimigrasian di Bandara dan Pelabuhan Internasional Kembali Normal, Proyek IKN dan Makan Siang Gratis Prabowo