TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior Indef, Didin S. Damanhuri, mewanti-wanti agar Kabinet Merah Putih nan dipimpin Presiden Prabowo Subianto kudu bisa menghindari kebocoran anggaran. Ia mengingatkan ruang manuver APBN saat ini sudah sangat terbatas.
Oleh lantaran itu, dia menyarankan pemerintah kudu imajinatif dalam upaya menghindari kebocoran.
“Sekarang ini menurut riset kami bukan lagi 30 persen rata-rata, tetapi sudah sekitar 40 persen kebocoran APBN,” ujar Didin dalam obrolan publik berjudul ‘Ekonomi Politik Kabinet Prabowo-Gibran’ nan berjalan secara daring pada Selasa, 22 Oktober 2024.
Prabowo sebelumnya sempat menyinggung soal banyak terjadinya kebocoran anggaran negara. Dalam pidato perdananya sebagai Presiden RI ke-8 akhir pekan lalu, dia berbicara Indonesia kudu menghadapi realita bahwa tetap terlalu banyak kebocoran, penyelewengan, dan korupsi di Tanah Air. Hal itu nan menurutnya membahayakan masa depan anak-cucu bangsa.
“Kita kudu berani mengakui terlalu banyak kebocoran-kebocoran dari anggaran kita, penyimpangan-penyimpangan, kolusi di antara para pejabat politik, pejabat pemerintah di semua tingkatan, dengan pengusaha-pengusaha nan nakal, pengusaha-pengusaha nan tidak patriotik,” kata dia usai mengucapkan sumpah kedudukan dalam Sidang Paripurna MPR RI di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat pada 20 Oktober lalu.
Awal tahun ini, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap temuan bahwa 36,67 persen anggaran proyek strategis nasional (PSN) untuk stasiun pancar-terima dasar alias base transceiver station (BTS) disalahgunakan untuk kepentingan pribadi. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan biaya tersebut ditilap oleh aparatur sipil negara (ASN) hingga politikus.
Selain itu, PPATK juga menemukan 36,81 persen total biaya PSN masuk ke rekening sub-kontraktor. Dana ini dapat diidentifikasi sebagai transaksi mengenai aktivitas operasional pembangunan.
Ekonom senior Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, mengatakan anggaran APBN bocor melalui beragam cara, seperti proyek fiktif, proyek mangkrak, markup biaya, suap, manipulasi spek proyek, plagiatisme program, proyek nan tidak sesuai kebutuhan, hingga pembiayaan program tidak efisien.
Iklan
“Jika ini terjadi di PSN, bisa dipastikan juga terjadi di proyek-proyek non-PSN, apalagi bisa jadi lebih parah,” kata dia kepada Tempo, Senin lalu.
Kendati demikian, dia berbicara potensi kerugian negara nan paling besar bukan dari kebocoran APBN, tetapi dari korupsi kebijakan nan menguntungkan golongan tertentu dan menimbulkan kerugian bagi masyarakat, lingkungan hidup, serta pemerintah. Menurut dia, langkah pencegahannya memerlukan kemauan politik.
Ekonom itu lantas menyarankan pemerintah mengambil beberapa langkah ialah meningkatkan koordinasi lintas kementerian/lembaga untuk menghilangkan plagiatisme program, menerapkan penyusunan anggaran dan pengadaan elektronik (e-budgeting dan e-procurement) dengan benar, serta memastikan setiap proses tender dilakukan secara terbuka dan kompetitif.
Pemerintah juga dianjurkan memperkuat peran dan independensi Satuan Pengawas Internal, mengembalikan independensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), memperberat balasan bagi para koruptor, serta menjauhkan abdi negara penegak norma dari intervensi golongan politik dan oligarki.
Pilihan Editor: Prabowo Bentuk Badan Pengelola Investasi Danantara, Cikal Bakal Superholding seperti Temasek?