TEMPO.CO, Jakarta - Pembahasan Rancangan Undang-Undang Energi Baru Energi Terbarukan alias RUU EBET tetap alot. Salah satu pasal nan tetap menuai pro-kontra adalah skema power wheeling.
Skema ini membolehkan perusahaan swasta Independent Power Producers (IPP) membangun pembangkit listrik dan menjual setrum kepada pengguna rumah tangga dan industri. Pemerintah nan mengusulkan ini. Namun, sejumlah pihak, mulai dari legislator hingga pengamat energi, menolak. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyatakan pemerintah tidak ragu dan mendorong skema power wheeling masuk RUU EBET. "Kalau itu (power wheeling) enggak bisa dimasukin (ke RUU EBET), jika ada demand tinggi, terus nan penyediaannya kudu PLN sendiri, bisa enggak direspons semuanya?” ujar Arifin, Jumat, 22 Maret 2024, dikutip dari Antara.
Arifin menilai skema power wheeling memungkinkan untuk melangkah selama ada pihak nan mau membangun sistem tersebut dan mempunyai pasar tersendiri, sepanjang tidak mengganggu sistem nan sudah ada. “Misalnya, dia mau bangun dan ada demand sendiri, mau bangun (pembangkit) kan bisa,” ujarnya.
Fraksi PKS Menolak
Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mulyanto menyatakan pihaknya menolak skema power wheeling dimasukan dalam RUU EBET. Mulyanto mengatakan power wheeling tidak sekadar mengatur soal sewa jaringan transmisi PLN oleh swasta.
Ia menyebut ada implikasi nan krusial, ialah kesempatan pihak pembangkit listrik swasta menjual listrik secara langsung kepada pengguna listrik dengan mengambil peran PLN. Artinya, PLN tidak lagi menjadi satu-satunya lembaga dalam sistem single buyer and single seller (SBSS), tapi ada banyak pihak swasta nan membeli dan menjual listrik dan membentuk multi buyer and multi seller system (MBMS).
"Dengan kata lain, pengusahaan listrik tidak lagi hanya dimonopoli oleh PLN tapi diliberalisasi kepada swasta dengan mengikuti sistem pasar," ujar Mulyanto melalui keterangan tertulis nan diterima Tempo, Senin, 8 Juli 2024.
Power Wheeling Berpotensi Membebani APBN
Pengamat ekonomi daya Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi kontra dengan skema power wheeling karena, menurut dia, power wheeling berpotensi menambah beban Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan merugikan negara. Pasalnya, power wheeling bakal menggerus permintaan pengguna organik PLN hingga 30 persen dan pengguna nonorganik hingga 50 persen. Penuruann pengguna ini tidak hanya memperbesar kelebihan pasokan PLN, tapi juga meningkatkan nilai pokok penyediaan (HPP) listrik.
“Dampaknya dapat membengkakkan APBN untuk bayar kompensasi kepada PLN, sebagai akibat tariff listrik PLN di bawah HPP dan nilai keekonomian,” ujar Fahmy.
Ia juga menilai skema power wheeling berpotensi merugikan rakyat sebagai konsumen dengan penetapan tariff listrik nan diserahkan kepada sistem pasar. Sebab skema ini bakal membikin tariff listrik berjuntai demand and suplly. “Pada saat demand tinggi dan supply tetap, tariff listrik pasti bakal dinaikkan.”
Fahmy menyebut power wheeling sebagai liberalisasi kelistrikan nan melanggar Pasal 33 ayat 2 UUD 1945, bahwa cabang-cabang produksi nan krusial bagi negara dan nan menguasai rencana hidup orang banyak dikuasai negara.
IESR klaim Power Weeling Meningkatkan Bauran Energi
Direktur Eksekutif Instute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mendukung masuknya skema power wheeling dalam RUU EBET lantaran aakan menciptakan kesempatan pengembangan sumber dan pemanfaatan daya terbarukan nan lebih luas, sehingga mendukung transisi daya menuju Net Zero Emisson (NZE) pada 2060."Power wheeling bakal berakibat pada semakin banyaknya pasokan dan permintaan daya terbarukan, khususnya untuk solusi elektrifikasi industri, sehingga memicu peningkatan investasi," ujar Fabby melalui keterangan tertulis, Senin, 20 Mei 2024.
Selama ini, Fabby menilai, ketergantungan pada permintaan dan proses pengadan dari PLN menjadi salah satu aspek nan menyulitkan percepatan pengembangan daya terbarukan di Indonesia. PLN nan berkedudukan sebagai penyedia daya listrik tunggal di tanah air, kata dia, menyebabkan pengembangan daya terbarukan tidak optimal. "Skema power wheeling bakal mendorong keterlibatan produsen listrik, baik BUMN (badan upaya milik negara) lain maupaun swasta dalam, pengembangan daya terbarukan sehingga dapat menambah bauran daya terbarukan Indonesia lebih cepat," ujar Fabby.
Fabby sekaligus membantah dugaan power wheeling sebagai corak privatisasi kelistrikan. Ia berujar, jaringan transmisi itu tidak dijual ke swasta namalain tetap menjadi milik PLN selaku BUMN. Menurutnya, skema ini justru dapat mengoptimalkan utilisasi aset jaringan transmisi PLN sehingga menambah penerimaan PLN dari biaya sewa jaringan, nan bisa dipakai untuk memperkuat investasi PLN di jaringan.
Pilihan editor: Fraksi PKS Tolak Skema Power Wheeling dalam RUU Energi Baru Energi Terbarukan