Puan dan Jokowi Buka Sidang IPPP, Singgung Prinsip Kesetaraan di Kawasan

Sedang Trending 2 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

Sidang Indonesia-Pacific Parliamentary Partnership (IPPP) nan dihelat DPR untuk kedua kalinya dibuka secara resmi oleh Ketua DPR RI, Puan Maharani, di Fairmont Hotel, Kamis (25/7). Forum ini menjadi arena krusial bagi DPR RI dalam menjalin hubungan diplomatik dengan parlemen negara-negara di area Pasifik.

Presiden Joko Widodo turut datang dalam pembukaan ini didampingi oleh Menkopolhukam Hadi Tjahjanto, Menseskab Pramono Anung, dan Wamenlu Pahala Nugraha Mansury. Turut datang pula Ketua MPR RI Bambang Soesatyo.

Dalam sambutannya, Puan menyampaikan apresiasi kepada para delegasi nan hadir. Ia kemudian menyinggung mengenai IPPP nan diinisiasi oleh DPR RI, di mana pertemuan antara parlemen Indonesia dengan parlemen negara-negara Pasifik pertama kali digelar pada 2018.

"Sejak saat itu, semangat untuk memperkuat kemitraan parlemen antara Indonesia dengan negara-negara Pasifik tetap terjaga dan apalagi tumbuh semakin kuat. Pada hari ini, kuatnya semangat persaudaraan kita ditunjukkan dengan tingkat kehadiran para ketua parlemen pada pertemuan ini," ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (25/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menekankan, hubungan antara Indonesia dan negara-negara Pasifik tidak hanya terbatas pada kerja sama antar pemerintah, tetapi juga melibatkan hubungan nan erat antar parlemen. Terlebih, mereka mempunyai kesamaan sebagai negara kepulauan nan dikelilingi perairan dan lautan, serta mempunyai kesamaan nilai.

Dia menambahkan, sebagai negara kepulauan Indonesia dan negara-negara Pasifik dinilai menghadapi tantangan nan sama seperti ancaman perubahan iklim, terjadinya bencana, dan tantangan dalam pengelolaan laut serta perairan.

Kesamaan tersebut, kata Puan, dapat menjadi modal untuk pengembangan hubungan lebih baik di masa mendatang dengan konsentrasi bekerja sama pada isu-isu nan menjadi kepentingan bersama.

Dalam perihal ini, menurutnya pondasi dari kokohnya hubungan Indonesia dan negara-negara Pasifik adalah hubungan nan berdasar prinsip kesetaraan, saling menghargai kedaulatan dan kesatuan teritori, serta hidup berdampingan secara damai.

Ia pun menekankan bahwa semua negara nan terlibat dalam IPPP ini mempunyai tempat nan sama dan dapat berdiri sama tinggi, serta sama-sama mematuhi norma internasional dan piagam PBB.

"Sebagai satu family besar di Pasifik, kita kudu bekerja sama dalam membangun saling kepercayaan (trust), dan saling pengertian (mutual understanding) demi menciptakan perdamaian, dan stabilitas di kawasan," jelas Puan.

Hal tersebut dinilai perlu dilakukan di tengah meningkatnya persaingan antara kekuatan-kekuatan besar (major powers) di kawasan. Menurutnya, personil IPPP kudu berhati-hati agar area Pasifik tidak menjadi arena persaingan negara-negara besar dan agar tidak terjebak dalam persaingan tersebut.

Perempuan pertama nan menjabat sebagai Ketua DPR RI ini juga menggarisbawahi tentang pertemuan kedua IPPP nan berjalan di tengah beragam tantangan nan dihadapi area Pasifik. Ia merinci tantangan itu seperti ketegangan geopolitik, ancaman konflik, polarisasi, lambatnya pertumbuhan ekonomi global, dan akibat pemanasan global.

Maka dari itu, dia melanjutkan, sebagai sesama negara di kawasan, Indonesia memahami adanya sense of urgency untuk mengatasi beragam persoalan tersebut. Kunci untuk menghadapi tantangan itu adalah 'kerja sama dan tindakan berbareng secara terkoordinasi' diantara kita semua melalui diplomasi.

"Hal ini dapat dilakukan jika parlemen ikut mempromosikan kebiasaan berbincang (habit of dialogue) melalui diplomasi parlemen, dan bukannya melakukan kebijakan unilateral," imbuh Puan.

Ketua Sidang Umum Inter-Parliamentary Union (IPU) ke-144 tersebut berambisi kerja sama antar parlemen dalam IPPP dapat bersinergi dan 'memperkuat' kerja sama antar pemerintah guna mempromosikan hubungan berkawan antara negara-negara Pasifik dengan Indonesia.

Dalam pandangannya, IPPP juga dapat melengkapi arsitektur regional (regional architecture) kerja sama di Pasifik, nan mengedepankan kemitraan terbuka dan inklusif.

Dalam era multipolar di abad 21, Puan menilai diplomasi kudu melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk parlemen. Sebagai wakil rakyat, kerja sama antar parlemen ini juga dapat menjadi jembatan hubungan antar masyarakat alias people-to-peope contact.

"Pemerintah dan parlemen dapat berganti. Namun jika hubungan antar masyarakat telah berkembang erat, maka kerja sama antar negara dapat terus solid," lanjutnya.

Dalam konteks IPPP, DPR RI disebut siap untuk berbagi pengalaman, pengetahuan, dan praktik terbaik dengan parlemen negara-negara Pasifik. Khususnya mengenai kegunaan parlemen ialah dalam bagian legislasi, anggaran dan pengawasan.

Ia juga menyebut DPR RI juga siap membantu pengembangan ekonomi biru, konektivitas di area Pasifik, dan mengatasi akibat perubahan iklim. Pertemuan IPPP ini pun dinilai relevan dalam memperkuat kerja sama antar parlemen di antara negara di Pasifik dan Indonesia.

Di sisi lain, Cucu Bung Karno ini pun mendorong pemberdayaan wanita guna pembangunan inklusif di Pasifik. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan partisipasi wanita di bumi politik, dan untuk memegang kedudukan publik.

Parlemen juga diingatkan untuk ikut membangun budaya tenteram (culture of peace) dan menolak langkah kekerasan dalam menyelesaikan masalah. Hal tersebut sangat relevan di saat terjadi perang dan bentrok di beragam penjuru dunia.

Sementara itu, Presiden Jokowi dalam pidatonya mengapresiasi kemitraan parlemen Indonesia dan Pasifik. Ia menilai IPPP merupakan sebuah inisiatif strategis untuk memperkuat kemitraan di kawasan.

"Kemitraan ini sangat krusial untuk semakin dieratkan, apalagi saat ini kita menghadapi tantangan-tantangan besar baik dari sisi ketidakpastian ekonomi, ketegangan geopolitik antara kekuatan-kekuatan besar, ancaman perubahan suasana dan beragam krisis," jelas Jokowi.

Senada dengan Puan, Jokowi pun menyoroti persoalan perubahan suasana nan menjadi ancaman besar bagi area Pasifik sehingga diperlukan pembelaan parlemen dengan penyesuaian kebijakan serta peningkatan kerja sama prasarana dan lingkungan.

Melalui kemitraan IPPP, Jokowi membujuk untuk memperkuat semangat persaudaraan, rasa saling percaya, serta sikap saling menghormati antar Indonesia dan negara-negara Pasifik.

"Termasuk penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas wilayah. Dengan kerjasama nan kuat saya percaya kita dapat mencapai stabilitas dan kemakmuran di kawasan," tukas Jokowi.

Sebagai informasi, Sidang kedua IPPP sendiri mengambil tema 'Partnership for Prosperity: Fostering Regional Connectivity and Inclusive Development'. Tema ini diambil dengan angan agar Pasifik menjadi area nan tenteram dan stabil karena tanpa perdamaian pembangunan nan inklusif serta pengembangan konektivitas tidak dapat dilakukan.

Adapun delegasi parlemen Pasifik nan datang di Sidang ke-2 IPPP ini adalah dari negara Kepulauan Cook, Samoa, Kepulauan Solomon, Tonga, Kepulauan Marshall, Mikronesia, Papua Nugini, Tuvalu, Kiribati, dan Republik Fiji. Sementara untuk parlemen negara Vanuatu, Nauru, Palau, Polinesia Prancis, dan Kaledonia Baru belum bisa menghadiri undangan.

Dari delegasi nan datang pada Sidang ke-2 IPPP, 8 di antaranya adalah merupakan ketua parlemen. Sementara sisanya adalah wakil ketua dan personil parlemen, hingga senator.

Pembukaan Sidang ke-2 IPPP ditandai dengan pemukulan tifa oleh Puan, Presiden Jokowi, dan Presiden Forum Parlemen Kepulauan Pasifik saat ini, Lord Fatafehi Fakafanua, nan juga merupakan Ketua Parlemen Tonga.

(rir)

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional