MENTERI Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa berencana menempatkan biaya pemerintah ke Bank Pembangunan Daerah (BPD), ialah Bank DKI dan Bank Jatim. Sebelumnya bendaharawan negara itu telah menempatkan duit negara Rp 200 triliun dalam 5 bank BUMN.
Anggaran milik pemerintah wilayah (pemda) dari APBN bakal jadi agunan jika BPD tak bisa mengelola biaya dan berujung tak bisa bayar kembali simpanan pemerintah. Karena itu, Purbaya menyatakan dia hanya memilih bank alias pemda nan sudah cukup bisa mengelola.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
“Kalau pemda-nya kuat, enggak apa-apa. Bisa menjamin kan. Kalau BPD-nya enggak bisa bayar, ya kami pangkas DAU (dana alokasi umum) alias DAK (dana alokasi khusus) alias DBH-nya (dana bagi hasil),” ucap Purbaya di Tanjung Priok, Jakarta, Senin, 13 Oktober 2025.
Ia kembali menegaskan bahwa tak semua bisa mendapat kucuran biaya pemerintah tersebut. Saat ini baru dua bank wilayah nan disebut Purbaya. Ketika ditanya kemungkinan bank lain, ialah BPD Jawa Barat dan Banten (Bank BJB), Menkeu menyatakan belum ada rencana tersebut. “BJB saya belum pernah bicara. Karena kami cari bank nan kondusif dulu, nan bersih. Enggak ada masalah di pengurusan alias di pengadilan,” ujarnya.
Tujuan pengalihan biaya tersebut adalah agar bank menyalurkannya dalam corak angsuran sektor riil untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Perbankan nan dititipkan biaya juga wajib bayar kembang kepada pemerintah.
Rencana penempatan biaya pemerintah di BPD awalnya diungkap Purbaya ke publik setelah berjumpa dengan Gubernur Jakarta Pramono Anung Wibowo di Balai Kota Jakarta, Selasa, 7 Oktober 2025. “Kan Jakarta punya Bank Jakarta. Saya taruh di Himbara nan Rp 200 triliun. Gimana jika saya tambah beberapa puluh triliun ke Bank Jakarta?” ucapnya.
Saat itu dia menyebut biaya nan bakal diletakkan di dua bank wilayah berkisar Rp 10-20 triliun. Menkeu percaya biaya tersebut bakal digunakan untuk angsuran UMKM dan industri lain di Jakarta maupun tempat lain.