Ramai Kritik Hilirisasi Nikel Dianggap Lebih Untungkan Cina, Ini Tanggapan Stafsus ESDM

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

TEMPO.CO, Jakarta - Belakangan ini ramai kritik hilirisasi nikel nan dianggap lebih menguntungkan Cina. Merespons perihal itu, Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Percepatan Tata Kelola Minerba, Irwandy Arif mengatakan Indonesia adalah negara non-blok untuk investasi smelter nikel. “Jadi kita siap menerima kerja sama dengan negara manapun,” ujarnya kepada Tempo 10 Mei 2024.

Irwandy membenarkan bahwa pemilik smelter nikel di Indonesia memang didominasi perusahaan dari negeri Tiongkok. “Perusahaan Cina memang pemilik sebagian besar di Smelter Nikel Indonesia,” kata dia.

Menurut Irwandy Cina sangat garang menawarkan teknologi smelter mereka. Teknologi nan ditawarkan berupa Rotary Kiln-Electric Furnace alias RKEF nan mengolah bijih nikel hingga menjadi nickel pig iron (NPI) untuk pembuatan besi dan baja. Ada pula teknologi High Pressure Acid Leaching atau HPAL untuk pemurnian nikel limonit untuk produk baterai listrik.

Selain teknologi, penanammodal Tiongkok datang sekaligus menawarkan pendanaan. Menurut dia negara-negara lain tentunya kudu siap berkompetisi di Indonesia.

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gajah Mada alias UGM, Fahmy Radhi mengatakan untung nilai tambah hilirisasi nikel di Indonesia selama ini lebih banyak tersalur ke Cina. “Sejak muncul larangan ekspor mentah dan hilirisasi memang makin banyak penanammodal di smelter, tapi sebagian besar dari Cina, jadi nilai tambahnya dinikmati negara tersebut,” kata dia 10 Mei 2024.

Iklan

Selain itu, dia menilai perkembangan hilirisasi nikel belum menunjukan hasil nan maksimal lantaran nan diekspor baru sebatas NPI dan Feronikel lantaran belum terbentuk industri hilir batrai listrik. Menurut dia, kebijakan hilirisasi nikel dan komoditas mineral lainya sudah benar, hanya saja belum ada peta jalan nan secara jelas menggambarkan industri dari hulu sampai hilir. Saat program hilirisasi mencuat dia berambisi para penambang bisa secara berdikari alias konsorsium membikin smelter.

Pengamat ekonomi Universitas Indonesia, Faisal Basri, mengatakan perihal senada. Menurut dia pengambil untung terbesar dari upaya hilirisasi nikel adalah Cina. Ia mengatakan sebagian besar pabrik pemurnihan nikel bekerja sama dengan negara tersebut. “Nilai tambahnya 90 persen ke Cina, secara ekonomi kita rugi,” kata Faisal di temui di aktivitas Jatam, di Jakarta Pusat, 4 Mei 2024.

Menurut dia pemerintah wajib melakukan kajian ekonomi mengenai upaya nikel di Indonesia, lantaran kerusakan alam akibat aktivitas pertambangan juga tidak masuk kalkulasi ekonomi. “Itu semestinya masuk kerugian, tapi selama ini tidak pernah dihitung,” ujarnya.

Pilihan Editor: Hilirisasi Banyak Dimodali Asing, Bahlil Sentil Perbankan

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis