TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira setuju dengan rencana pemerintah memperluas support sosial alias bansos untuk kelas menengah.
Menurut Bhima, perlindungan sosial ini bakal lebih bermanfaat. Apalagi info Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan penurunan jumlah kelas menengah ke kelas lebih rendah, ialah dari 57,33 juta orang pada 2019 menjadi 47,85 juta orang pada 2024.
“Saya mendukung bansos untuk kelas menengah rentan dibanding insentif nan belum tentu jelas, seperti pemaafan pajak untuk orang kaya,” kata Bhima kepada Tempo, Selasa, 1 Oktober 2024. Justru, menurut dia, insentif untuk orang kaya sebenarnya adalah penyaluran bansos nan tidak tepat sasaran.
Selain itu, Bhima mengatakan, penyaluran bansos untuk kelas menengah rentan bakal berakibat panjang pada perekonomian nasional. Sebab, bansos bakal menjaga daya beli masyarakat kelas menengah. “Toh, jika kelas menengah diberi bansos, uangnya tidak lari ke luar negeri tapi beredar di domestik dan menambah permintaan secara agregat."
Hal nan terpenting, Bhima menambahkan, penyaluran bansos untuk kelas menengah rentan mesti tepat sasaran, by name by addres. Selain itu, mesti ada pengawasan berlapis.
“Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Pemeriksa Keuangan, kudu dilibatkan. Juga semua kejuaraan dari masyarakat,” kata Bhima. Pasalnya, sejumlah penyelewengan telah terjadi dalam penyaluran bansos selama ini. Apalagi pada momen kritis menjelang pemilihan umum.
Tak hanya soal pengawasn, Bhima mengingatkan pemerintah mesti memperhatikan kekuatan anggaran pendapatan dan shopping negara (APBN). Pemerintah, kata dia, perlu melakukan refocusing dan realokasi anggaran untuk tahun depan.
Salah satunya, kata dia, bisa dengan mengurangi anggaran untuk program makan bergizi gratis, pembangunan Ibu Kota Nusantara, dan megaproyek prasarana lainnya. Ia berujar, presiden terpilih Pilpres 2024 Prabowo Subianto tetap mempunyai waktu untuk mengotak-atik anggaran dengan APBN perubahan pada kuartal 1 tahun 2025.
“Tambahan bansos tanpa realokasi signifikan di APBN bakal memberatkan dari sisi ruang fiskal. Apalagi jika bansos dibiayai utang baru, sementara rasio pajak tetap rendah,” ujar Bhima.
Sebelumnya, rencana ekspansi bansos untuk kelas menengah disampaikan Menteri Sosial (Mensos) Syaifullah Yusuf alias Gus Ipul. Menurut dia, perihal ini sedang didiskusikan. “Kami lagi mendalami, meskipun APBN (anggaran pendapatan dan shopping negara) sudah diketok,” kata Gus Ipul di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin, 30 september 2024.
Gus Ipul juga bakal lebih dulu memastikan ketepatan sasaran penerima bansos. Hal ini mengingat info di lapangan nan sifatnya dinamis. Karenanya, Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu berambisi kerja sama dengan pemerintah wilayah untuk sinkronisasi info penerima bansos.
“Apakah mungkin (penerima bansos) meninggal alias mungkin ada nan sudah tidak masuk lagi dalam kategori memperoleh bantuan,” ujarnya.
Adapun anggaran Kemensos untuk 2025 disepakati senilai Rp 79,6 triliun. Kesepakatan ini diketok dalam rapat kerja Komisi VII berbareng Plt Menteri Sosial saat itu, Muhadjir Effendy, pada Rabu, 11 September 2024.
Mengutip rilis Parlementaria di laman resmi DPR RI, anggaran tahun depan nan disepakati itu mencakup tambahan biaya Rp 2,4 triliun nan bakal digunakan untuk program permakanan Lansia, Disabilitas Tunggal, dan Atensi Yatim Piatu.
Rincian anggaran ini dibagi ke beberapa unit kerja eselon I Kemensos, dengan alokasi terbesar diterima oleh Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial nan mencapai Rp 44,4 triliun. Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, Ditjen Rehabilitasi Sosial, dan Ditjen Perlindungan dan Jaminan Sosial juga menerima alokasi sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
Pilihan Editor: Gus Ipul soal Bansos untuk Kelas Menengah: Kami Lagi Mendalami Meski APBN Sudah Diketok