Respons Jokowi, IDI Beber 3 Penyebab Mayoritas Dokter Ada di Jawa

Sedang Trending 4 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib Khumaidi membeberkan tiga aspek nan menjadi penyebab tidak meratanya pengedaran baik itu master umum maupun dokter spesialis di Indonesia.

"Kalau kita memandang dari aspek penelitian nan pernah dilakukan, determinan aspek mengenai dengan pengedaran master tidak terlepas dari tiga hal," kata Adib saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (6/5), .

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

CNNIndonesia.com menghubungi Adib ihwal pernyataan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) nan sebelumnya menyoroti 59 persen jumlah master di Indonesia terkonsentrasi di Pulau Jawa namalain tidak merata.

Menurut Adib aspek pertama adalah produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita tinggi.

Dia mengatakan sudah ada penelitian nan hasilnya mendapati wilayah dengan PDRB per kapita lebih besar mempunyai rasio master ahli hingga 10 kali lebih tinggi daripada wilayah dengan dengan PDRB per kapita nan lebih kecil.

Contohnya, seperti banyaknya master ahli nan 'numpuk' di DKI Jakarta. Hal tersebut, sambungnya, dilatarbelakangi aspek ekonomi dan kesejahteraan di wilayah tertentu.

Faktor kedua, kata Adib, sarana dan prasarana pendukung. Sejumlah master biasanya enggan diterjunkan ke Daerah Tertinggal Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) lantaran akomodasi dan alkes kurang memadai.

Dengan demikian, salah satu langkah nan dapat mendorong pengedaran master lebih baik adalah dengan meningkatkan investasi kesehatan dalam perihal ini adalah pendirian akomodasi kesehatan terutama di wilayah terpencil.

Selain itu akses transportasi dan sistem rujukan juga krusial untuk terus dilakukan perbaikan.

"Faktor ketiga, kebijakan wilayah nan berangkaian dengan insentif alias kesejahteraan," jelas Adib.

Adib mengatakan untuk saat ini, ketika master dipindahkan ke wilayah nan tetap kekurangan, mereka memerlukan biaya nan tidak sedikit. Di sisi lain, komitmen wilayah untuk memenuhi kebutuhan juga belum optimal.

Distribusi jadi PR besar pemerintah, bukan hanya mencetak dokter

Lebih lanjut, Adib menilai persoalan di Indonesia sejatinya tidak hanya terfokus pada jumlah master sehingga solusinya hanya pada mencetak master umum dan master ahli sebanyak-banyaknya demi memenuhi rasio jumlah dokter.

Sebab peningkatan produksi master mesti mempertimbangkan pengedaran berbasis kewilayahan, agar tidak terjadi penumpukan di beberapa wilayah saja.

"Karena jika kita bicara aspek rasio secara nasional, maka info dari Kemenkes menyebut lima ahli dasar ialah anak, ginekologi, penyakit dalam, bedah, dan anestesi itu sudah menunjukkan nomor nan sesuai dengan rasio jumlah master spesialis," ujar Adib.

Adib memandang masalah pengedaran master menjadi PR besar bagi pemerintah. Perlu ada izin nan jelas dan perincian soal pengedaran master nan merata pada seluruh wilayah. Sebab pengedaran master nan baik bakal berakibat pada serapan nan baik di beragam wilayah.

IDI mencatat jumlah master di Indonesia secara keseluruhan per Februari 2024 berjumlah 201.311 dokter. Rinciannya, 153.857 master umum dan 47.454 master spesialis.

Apabila menggunakan sasaran kebutuhan master 1,12 per 1.000 penduduk, maka Indonesia memerlukan 250 ribu master umum untuk 280 juta masyarakat Indonesia. Sementara untuk master spesialis, jika dihitung menggunakan sasaran dan rasio nan sama, maka Indonesia tetap memerlukan 30.946 master spesialis.

Dari info itu, lima provinsi dengan jumlah master umum dan master ahli paling banyak adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara.

"Pada saat kita breakdown info itu per wilayah, per provinsi, maka kekuasaan dari jumlah master ahli tersebut tetap pada wilayah tertentu saja," imbuhnya.

Sebagai contoh perbandingan, misalnya DKI Jakarta mempunyai 8.787 master spesialis, namun di sejumlah wilayah master ahli mereka hanya di bawah 100. Seperti Papua Barat dengan 62 master spesialis, dan Papua Barat Daya 76 orang saja.

(khr/kid)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional