TEMPO.CO, Jakarta - Ribuan tenaga kerja PT Sri Rejeki Isman Tbk, namalain Sritex kompak mengenakan pita hitam bertuliskan Selamatkan Sritex, usai perusahaan tersebut dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang.
Ribuan tenaga kerja tetap masuk bekerja pada Senin, 28 Oktober 2024 dan kompak mengenakan pita hitam di lengan kiri.
Manager HRD dan Human Capital Sritex Group Sri Saptono Basuki mengatakan, pita hitam tersebut merupakan simbol kebangkitan. Ia mengatakan tenaga kerja perusahaan bakal bersama-sama berjuang demi kelangsungan hidup keluarga.
"Pita hitam ini bukan simbol kesedihan tetapi simbol kebangkitan. PT Sritex adalah sawah ladang bagi belasan ribu tenaga kerja dan keluarga," kata Sri Saptono Basuki seperti dikutip dari Antara.
Ia menyebut para pekerja tetap berambisi perusahaan tersebut bisa kembali bangkit dan berhasil seperti sebelumnya.
"Kami berambisi PT Sritex kembali berhasil menghidupi ribuan tenaga kerja dan memberikan kontribusi perekonomian wilayah dan masyarakat," katanya
Sebelumnya, dari laporan finansial terbaru, utang nan dimiliki Sritex mencapai sekitar Rp25 triliun, sementara untuk kerugian nan ditanggung perusahaan tersebut sampai dengan pertengahan tahun ini mencapai Rp402,66 miliar.
Iklan
Utang dan kerugian ini diperparah dengan lambatnya penjualan akibat pandemi COVID-19 dan persaingan sengit produk tekstil dan produk tekstil (TPT) antarnegara.
General Manager Human Resource Development (GM HRD) Sritex Group Haryo Ngadiyono mengatakan, ada empat perusahaan nan tergabung dalam Sritex Group, ialah Sritex nan berlokasi di Sukoharjo, PT Sinar Pantja Djaja di Semarang, PT Bitratex Industries di Semarang, dan PT Primayudha Mandirijaya di Boyolali. Meski sudah dinyatakan pailit, empat perusahaan ini tetap beraksi secara normal.
Menyikapi putusan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang, manajemen perusahaan mengusulkan kasasi ke Mahkamah Agung nan saat ini juga tetap berproses. Soal nasib karyawan, manajemen sudah mengumpulkan dan memberikan penjelasan mengenai kondisi perusahaan.
"Kami minta tenaga kerja bekerja seperti biasa, normal saja. Proses norma biar jalan, itu sudah ada nan menangani," katanya.
Soal efisiensi karyawan, perusahaan tetap bakal memandang situasi ke depan. Jika produksi tetap melangkah baik, pemutusan hubungan kerja (PHK) tidak bakal dilakukan. Namun demikian, jika ada efisiensi tenaga kerja maka bakal dilakukan sesuai dengan prosedur dan ketentuan perundangan. Perusahaan memastikan hak-hak tenaga kerja bakal tetap dipenuhi sesuai dengan aturan.
ANTARA
Pilihan editor: Kenali Sebab-sebab Perusahaan Dinyatakan Pailit