RK Sebut RI Bebas Emisi Lebih Mungkin Ketimbang Capai Supremasi Hukum

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

Bakal calon gubernur Jakarta Ridwan Kamil (RK) menilai Indonesia mencapai bebas emisi (net-zero emission) lebih mungkin terwujud daripada mencapai supremasi hukum.

"Paling realistis nan net-zero. Karena scientific dengan masalah political will. Tiga nan lain itu sifat manusia," kata RK dalam aktivitas Indonesia Net-Zero Summit 2024, Sabtu (24/8).

RK berujar demikian menjawab pertanyaan Founder Foreign Policy Community Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal mengenai apa nan paling mungkin terwujud di Indonesia pada 2045 mendatang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dino memberi empat opsi, ialah Indonesia bebas korupsi, Indonesia bebas kemiskinan, Indonesia bebas emisi, alias supremasi norma murni betul-betul bisa tercapai di Republik Indonesia (RI).

RK menjelaskan mewujudkan RI net-zero lebih mungkin dilakukan lantaran persoalan itu berangkaian dengan kebijakan. Untuk mewujudkannya, kebijakan net-zero hanya tinggal didorong kuat-kuat dan semua lini bergerak menjalankannya.

Sementara, membikin Indonesia mencapai supremasi norma alias kondisi di mana penegakan dan ketaatan norma sebagai posisi tertinggi di masyarakat sangat susah diwujudkan lantaran berangkaian dengan sifat manusia. Begitu pula dengan mewujudkan Indonesia bebas korupsi maupun bebas kemiskinan.

"(Karena itu) sifat manusia, (di mana) mendisiplinkannya betul-betul, me-nol-kannya, itu 50:50 lah," ujar RK.

"Menujunya iya (bisa), tapi untuk percaya 0 banget, lantaran (itu) sifat manusia, saya kudu realistis. Tapi jika net-zero lantaran itu kebijakan, tinggal di-push semua bergerak Insyaallah bisa lebih sigap dari 2060," lanjut dia.

Masalah supremasi norma tengah menjadi topik hangat usai Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI diduga berupaya menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai UU Pilkada.

Badan Legislatif (Baleg) DPR menyepakati revisi UU Pilkada dalam rapat 'ngebut' pada Selasa (20/8), sehari setelah MK memutuskan mengubah syarat pencalonan Pilkada melalui putusan nomor 60/PUU-XXII/2024 dan nomor 70/PPU-XXII/2024.

Kedua putusan itu mengenai periode pemisah pencalonan kepala wilayah dan pemisah usia calon kepala daerah.

Revisi beleid itu disetujui delapan dari sembilan fraksi di DPR. Hanya PDIP nan menolak.

DPR menerima sebagian soal periode pemisah pencalonan, namun menolak soal putusan pemisah usia.

Dalam putusan MK, seseorang hanya bisa maju sebagai calon kepada wilayah (Cakada) jika telah menginjak usia 30 tahun saat pendaftaran. Namun, DPR menilai Cakada nan usianya 30 tahun saat penetapan boleh mendaftar, sesuai dengan putusan Mahkamah Agung.

Ribuan masyarakat mulai dari mahasiswa, buruh, komika, hingga selebritas pun memprotes lantaran menilai DPR tak alim pada hukum. Masyarakat juga protes lantaran DPR berencana mengesahkan revisi UU Pilkada tersebut pada Kamis (22/8).

Pada Kamis, massa akhirnya menggeruduk gedung parlemen hingga akhirnya DPR membatalkan rencana pengesahan tersebut.

(blq/sfr)

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional