Rugikan Negara karena Laporan Pajak Fiktif, Direktur PT SDR Divonis 3 Tahun Penjara dan Denda Rp7,8 Miliar

Sedang Trending 4 bulan yang lalu

TEMPO.CO, Medan - Pengadilan Negeri Binjai memutuskan terdakwa Dwi Riko Susanto selaku Direktur PT Susanto Dwi Rezeki alias PT SDR bersalah melakukan pelanggaran perpajakan. Dia divonis pidana penjara selama tiga tahun dan wajib bayar denda sebesar Rp 7,8 miliar lebih, paling lama satu bulan setelah putusan berkekuatan norma tetap. 

"Jika denda tidak dibayar, jaksa bakal melelang aset terdakwa. Kalau hasil lelang tidak cukup untuk bayar denda, maka balasan penjara diperpanjang selama enam bulan," kata Majelis Hakim nan diketuai Bakhtiar pada Senin, 24 Juni 2024 lampau seperti dikutip dari siaran pers nan diterima Tempo pada Minggu, 30 Juni 2024.

Fakta persidangan menyebut, terdakwa terbukti melakukan pelanggaran perpajakan dengan sengaja menggunakan tagihan pajak nan tidak berasas transaksi sebenarnya. Juga memberi Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) nan isinya tidak betul dan lengkap. Perbuatan terdakwa melanggar Pasal 39A huruf a dan/atau Pasal 39 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan nan terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumut 1, Aridel Mindra dalam keterangan tertulis menyatakan putusan tersebut menjadi langkah krusial dalam menegakkan keadilan dan patokan norma di ranah perpajakan. Pemerintah menegaskan pentingnya kepatuhan masyarakat terhadap patokan perpajakan dan mendukung upaya pemberantasan praktik-praktik nan merugikan negara.

"Penegakan norma nan tegas dan setara dalam perpajakan sangat krusial untuk menciptakan lingkungan upaya nan sehat dan berintegritas. Vonis tersebut diharap memberi pemahaman lebih mendalam tentang pentingnya transparansi dan kepatuhan, serta mendorong seluruh lapisan masyarakat untuk berkedudukan aktif membangun sistem perpajakan nan baik dan adil," kata Aridel.

Iklan

Pihaknya menyerahkan terdakwa ke Kejaksaan Tinggi Sumut pada 21 Maret 2024. Terdakwa dituding melakukan tindak pidana perpajakan nan merugikan negara sebesar Rp3,9 miliar lebih. Modus perbuatannya dengan menerbitkan tagihan pajak, bukti pemungutan dan pemotongan pajak, serta bukti setoran pajak nan tidak berasas transaksi sebenarnya. Juga menyampaikan SPT nan isinya tidak benar.

Perusahaan terdakwa bergerak di bagian perdagangan pupuk dan produk agrokimia. Dalam menjalankan usahanya, dia mengurangi Pajak Pertambahan Nilai nan kudu dibayar dengan cara mengkreditkan tagihan pajak nan tidak berasas transaksi sebenarnya mulai 2013 sampai 2015. 

"Wajib Pajak diminta mematuhi ketentuan dalam melaksanakan kewenangan dan tanggungjawab pajaknya," ucap Aridel.

Pilihan Editor: Mulai Berlaku 1 Juli 2024, Apa nan Terjadi jika Tak Memadankan NIK dengan NPWP?

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis