TEMPO.CO, Jakarta - Mata duit rupiah menguat ke 16.343 per dolar Amerika Serikat pada penutupan perdagangan hari ini. Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi ada beberapa sentimen nan memengaruhi penguatan kurs.
Data rupiah spot Bloomberg memaparkan pada penutupan sebelumnya rupiah berada pada level Rp 16.367 per dolar AS. Kali ini kurs menguat 24 poin. Ibrahim memprediksi penguatan bakal berlanjut. “Untuk perdagangan besok, mata duit rupiah naik turun namun ditutup menguat di rentang Rp 16.300 - Rp.16.350 per dolar AS,” kata dia dalam kajian rutinnya, Selasa, 21 Januari 2025.
Baca buletin dengan sedikit iklan, klik di sini
Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia juga mencatat mata duit Indonesia menguat. Pada penutupan akhir pekan, mata duit Indonesia senilai Rp 16.372 per dolar AS dan hari ini menjadi Rp 16.331 per dolar AS.
Penguatan rupiah seiring dengan merosotnya indeks dolar Amerika Serikat. Menurut Ibrahim, sentimen nan memengaruhi pergerakan kurs di antaranya Donald Trump tak langsung menerapkan pengetatan tarif perdagangan di hari pertama masa jabatannya sebagai Presiden AS.
Sebelumnya, Trump sempat menyasar Tiongkok, Meksiko, dan Kanada sebagai objek pengetatan tarif impor. Namun, menurut Ibrahim, Trump seperti mengisyaratkan bahwa dia sedang mengevaluasi ulang perdagangan AS. “Khususnya, dia bakal mengenakan tarif 25 persen pada impor dari Kanada dan Meksiko.”
Di satu sisi, Trump juga menandatangani perintah nan menyerukan kebijakan perdagangan America First. Lewat memorandum, Trump menginstruksikan lembaga negaranya untuk menyelidiki praktik perdagangan nan tak setara sembari meninjau perjanjian jual beli saat ini.
Perintah Trump, kata Ibrahim, memicu spekulasi bahwa dia tetap bakal mengenakan tarif perdagangan nan lebih tinggi terhadap negara-negara ekonomi utama, terutama Tiongkok. Peningkatan tarif perdagangan dianggap dapat mengganggu perdagangan dunia dan memicu tindakan jawaban dari negara-negara ekonomi utama.
Hal ini, kata Ibrahim, dapat menyebabkan perang jual beli dunia baru antara AS dan negara-negara ekonomi utama lainnya. Namun, Tiongkok diperkirakan bakal membuka lebih banyak stimulus dalam menghadapi perang jual beli AS, nan dapat meningkatkan pertumbuhan lokal.